Friday, December 18, 2009

[Milis_Iqra] [dakwatuna]:Keteladanan Sang Murabbi



ubjek: [milis-liqo] [dakwatuna]:Keteladanan Sang Murabbi
Ke: Milist-GP@yahoogroups.com, milis-liqo@googlegroups.com



Salah satu di antara mereka adalah Atho bin Abi Rabaah rahimahullah. Beliau
memimpin halaaqah (kelompok pengajian) besar di Masjidil Haram semasa
Sulaiman bin Abdil Malik menjadi Khalifah. Khalifah sering menghadiri
halaqah Atho bin Abi Rabah. Padahal Atho adalah seorang habsyi (negro asal
Ethiopia) yang pernah menjadi budak seorang wanita penduduk Kota Mekkah.
Atho dimerdekakan karena kepandaiannya dalam mendalami ajaran Islam.

Keteladanan Atho bin Abi Rabaah sebagai murabbi adalah kelembutannya dan
ketajaaman nasihatnya serta pandangan dan perhatianya yang penuh kasih
sayang. Itu seperti yang dikisahkan Muhammad bin Suqah, salah seorang ulama
Kufah, bahwa suatu ketika Atho bin Abi Rabaah menasihatinya, "Wahai anak
saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita tidak menyukai pembicaraan
yang berlebihan." "Lalu apa batasannnya pembicaran yang berlebihan?"
tanyaku. Beliau melanjutkan nasihatnya, "Mereka mengkategorikan pembicaraan
berlebih bila dilakukan selain dari Al-Qur'an yang dibaca dan difahami; atau
hadits Rasulullah yang diriwayatkan; atau berkenaan dengan amar ma'ruf nahi
munkar; atau pembicaraan tentang satu hajat, kepentingan dan persoalan
maisyah." Kemudian beliau mengarahkan pandangannya kepadaku seraya berkata,
"Atunkruuna (Inna 'alaikum laahaafidzhiin, kiraaman kaatibiin) (Al-infithar:
10-11), wa anna ma'a kullin ('minkum malakaini Anil yamiini wa 'anisshimaali
Qa'iid, maa yalfidzhu min qaulin illaa laadaaihi raqiibun 'atiid) (Qaf:
17-18), Amaa yatahyii aahaduna lau nusyirat alaihi shahiifatuhullatii
amlaa'aahaa shdra naahaarihi, faawaajada aktsara maa fiihaa laaisa min amri
diinihi walaa amri dunyaahu."

Kapabilitas takwiniyah (kemampuan membentuk pribadi mutarabbi) Atha bin Abi
Rabaah dalam mentarbiyah bukan hanya kepada kalangan pembesar dan
terpelajar, tapi sampai seorang tukang cukur. Ini sebagaimana dikisahkan
oleh Imam Abu hanifah. "Aku melakukan kesalahan dalam lima hal tentang
manasik haji, lalu aku diajarkan oleh seorang tukang cukur, yaitu ketika aku
ingin selesai dari ihram. Aku mendatangi salah seorang tukang cukur, lalu
aku berkata kepadaanya, berapa harganya? "Semoga Allah menunjukimu. Ibadah
tidak mensyaratkan soal harga. Duduk sajalah dulu. Soal harga gampang,"
jawab tukang cukur. Waktu itu aku duduk tidak menghadap kiblat, lantas ia
mengarahkan dudukku hingga menghadap kiblat. Kemudian menunjukkan bagian
kiri kepalaku, lalu ia memutarnya sehingga mulai mencukur kepalaku dari
sebelah kanan.

Ketika aku dicukur, ia melihatku diam saja. Lalu ia menegurku, "Kenapa koq
diam saja? Ayo perbanyaklah takbir." Maka aku pun bertakbir. Setelah
selesai, aku hendak langsung pergi. Lalu ia berkata, "Mau kemana kamu?" "Aku
mau ke kendaraanku," jawabku. Tukang cukur itu mencegahku seraya berkata,
"Shalat dulu dua rakaat, baru kau boleh pergi kemana kau suka." Aku berkata
dalam hati, tidak mungkin tukang cukur bisa seperti ini kalau bukan dia
orang alim. Lalu aku berkata kepadanya, "Dari mana engkau dapati mengenai
beberapa manasik yang kau perintahkan kepadaku?" "Demi Allah, aku melihat
Atho bin Abi Rabaah mempratekkan hal itu, lalu aku mengikutinya, dan aku
arahkan orang banyak untuk belajar kepadanya," jawab tukang cukur alim
tersebut.

Di antara kebiasaan baik ulama salafusshalih dan keteladanan mereka dalam
mentarbiyah adalah ketika memberikan materi mereka tidak terkesan bersikap
santai atau memberikannya sambil duduk bersandar. Tetapi mereka menunjukan
sikap yang sigap dan penuh semangat sebagaimana telah menjadi sikap umum di
kalangan mereka ketika menyampaikan materi. Hal itu terungkap dari
pernyataan salah seorang di antara mereka, "Laa yanbaghi lanaa idzaa dzukira
fiinasshalihuna jalasnaa wa nahnu mustaniduuna, tidaklah pantas bagi kita
ketika disebutkan di tengah-tengah kita orang-orang yang shaleh, lalu kita
duduk sambil bersandar."

Adalah Said Ibnul Musayyib rahimahullah (juga seoarang murabbi yang
keteladanannya patut dicontoh oleh para murabbi). Ia memimpin halaqah yang
cukup besar di Masjid Nabawi. Si samping beliau, juga terdapat halaqah
'Urwah bin Zubair dan Abdullah bin 'Utbah rahimahumallah. Said Ibnul
Musayyib mempunyai seorang mutarabbi, namanya Abu Wada'ah. Suatu ketika Abu
Wada'ah beberapa kali tidak hadir. Tentu saja Said bin Musayyib merasa
kehilangan mutarabbinya itu. Beliau khawatir kalau-kalau ketidakhadirannya
lantaran sakit atau ada masalah yang menimpanya. Lalu beliau bertanya kepada
murid-muridnya yang lainnya. Namun tidak ada yang tahu. Beberapa hari
kemudian tiba-tiba Abu Wada'ah datang kembali sebagaimana biasa. Maka sang
murabbi teladan Said bin Musayyib segera menyambut kedatangannya dengan
sapaan yang penuh perhatian. "Kemana saja engkau, ya Aba Wada'ah?" "Isteriku
meninggal dunia sehingga aku sibuk mengurusinya," jawab Abu wada'ah.
"Mengapa tidak beritahu kami sehingga kami bisa menemanimu dan mengantarkan
jenazah isterimu serta membantu segala keperluanmu?" tanya Said kembali.
"Jazaakallahu khairan," jawab Abu Wada'ah yang terkesan memang sengaja tidak
memberi tahu karena khwatir merepotkan murabbinya.

Tidak lama kemudian Said bin Musayyib menghampiri Abu Wada'ah dan
membisikinya, "Apakah engkau belum terpikir untuk mencari isteri yang baru,
ya Aba Wada'ah?" "Yarhamukallah, siapa orangnya yang mau mengawini anak
perempunnya dengan pemuda macamku yang sejak kecil yatim, fakir, dan hingga
sekarang ini aku hanya memiliki dua sampai tiga dirham," tandas Abu Wada'ah
yang tampaknya ingin bersikap realistis terhadap keadaan dirinya. "Aku yang
akan mengawinimu dengan anak perempuanku," tegas Said. Dengan terbata-bata
Abu Wada'ah berucap, " Eng. engkau akan mengawiniku dengan anak perempuanmu
padahal engkau tahu sendiri bagaimana keadaanku." "Ya, kenapa tidak? Karena
kami jika sudah kedataangan seseorang yang kami ridha terhadap agamanya dan
akhlaknya, maka kami kawinkan orang itu. Dan engkau termasuk orang yang kami
ridhai," jawab Said meyakinkan mutarabbinya.

Lalu dipanggillah orang-orang yang ada di halaqah tersebut untuk menyaksikan
akad nikah dengan mahar sebanyak dua dirham. Abu Wada'ah benar-benar
terkejut tak tahu harus berkata apa. Antara kaget daan girang ia pulang
menuju rumahnya. Sampai-sampai ia lupa kalau hari itu ia sedang shaum karena
di tengah perjalanan ia terus berpikir dari mana ia akan menafkahkan
isterinya, atau berhutang dengan siapa? Tak terasa ia sudah sampai di rumah
dan adzan maghrib pun tiba. Lalu ia berbuka dengan sepotong roti. Baru saja
menikmati rotinya, tiba-tiba ada suara yang mengetuk pintu. "Siapa yang
mengetuk pintu," tanyanya dari dalam rumah. "Said," jawab suara di balik
pintu yang sepertinya ia mengenalinya.

Setelah dibukanya tiba-tiba sang murabbi sudah ada di hadapannya. Abu
Wada'ah mengira telah terjadi "sesuatu" dengan pernikahannya, lalu ia
langsung menyapa sang murabbi seraya berkata, "Ya Aba Muhammad, mengapa
tidak engkau utus seseorang memanggilku sehingga aku yang datang menemuimu."
"Tidak. Engkau lebih berhak aku datangi hari ini." Setelah dipersilakan
masuk, Said langsung mengutarakan maksud kedatangannya. "Sesungguhnya anak
perempuanku telah sah menjadi isterimu sesuai dengan syari'at Allah swt.
sejak tadi pagi. Dan aku tahu tidak ada seorang pun yang menemanimu,
menghiburmu, dan melipur kesedihanmu, maka aku tidak ingin engaku bermalam
pada hari ini di suatu tempat sedang isterimu masih berada di tempat lain.
Sekarang aku datang dengan anak perempuanku ke rumahmu."

Lalu Said menoleh ke arah puterinya seraya berkata, "Masuklah engkau ke
rumah suamimu, wahai Puteriku, dengan menyebut asma Allah dan memohon
barakah-Nya." Masuklah anak perempuan Said dan ketika melangkahkan kakinya
nyaris keserimpet (terinjak gaunnya) hingga hampir jatuh karena saking
malunya. "Sedang aku juga cuma berdiri di hadapanya kaget campur bingung tak
tahu harus berkata apa," kata Abu Wada'ah mengenang kejadian itu. Tapi
kemudian ia cepat-cepat mendahului isterinya ke dalam ruangan, lalu ia
jauhkan cahaya lampu dari sepotong roti yang memang tinggal segitu-gitunya
supaya tidak terlihat oleh isterinya. Baru setelah itu ia keluar rumah
memanggil ibunya untuk menemui menantu barunya.

Itulah keteladanan Said bin Musayyib yang menolak pinangan Abdul Malik bin
Marwan, Khalifah Bani Umayyah yang ingin meminang putrinya. Ia malah segera
menikahkan puterinya dengan Abu Wada'ah, mutarabbinya yang sederhana dan
tidak diragukan lagi kualitas tarbiyahnya.

Lain lagi dengan kisah Imam Abu Hanifah. Ia dikenal dengan nama Nu'man bin
Tsabit rahimahullah. Beliau seorang murabbi yang wajahnya selalu enak
dipandang. Wajahnya berseri-seri. Pengtahuannya dalam. Manis tutur katanya,
rapih penampilannya, dan selalu memakai wangi-wangian. Jika beliau datang ke
majelis taklimnya, semua orang yang ada di situ sudah mengetahuinya sebelum
mereka melihatnya lantaran semerbak wewangian yang dipakainya.

Di samping cerdas, alim, faqih, beliau juga dikenal sebagai murabbi yang
dermawan. Maklum, beliau seorang saudagar pakaian, kain, dan sutera. Beliau
berdagang berkeliling dari kota satu ke kota lain di wilayah Irak.

Suatu ketika salah seorang muridnya datang ke tempat jualannya. Ia minta
dicarikan baju, lalu beliau mencarinya sesuai dengan warna yang dimintanya.
"Berapa harganya?" tanya sang murid. "Sedirham," jawab Imam. "Satu dirham?"
tanya sang murid heran. Itu sangat murah. "Ya, segitu." "Yang benar nih.."
kata muridnya lagi. "Aku tidak main-main. Aku beli baju ini dan yang serupa
lagi dengannya seharga dua puluh dinar emas dan satu dirham perak. Yang satu
aku sudah aku jual, sedang yang sisanya ini aku jual kepadamu dengan harga
sedirham. Aku memang tidak mau mengambil untung terhadap murid-muridku."

Sumber: http://www.facebook.com/l/e3f52;alhikmah.ac.id dari
http://www.facebook.com/l/e3f52;dakwatuna.com
Judul asli: "Keteladanan Murabbi"
  
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "milis-liqo" dari Grup Google.
Untuk mengeposkan pesan ke grup ini, kirim email ke milis-liqo@googlegroups.com.
Untuk berhenti berlangganan dari grup ini, kirim email ke milis-liqo+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk opsi selengkapnya, kunjungi grup ini di http://groups.google.com/group/milis-liqo?hl=id.



--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment