Friday, April 30, 2010

[Milis_Iqra] Bang Amir, Silmi Kaffah Penuntun Pengemis

dakwatuna.com – Namanya tidak asing bagi orang yang suka menghadiri
pengajian atau khotbah jumat. Silmi Kaffah, gadis kecil yang berusia 4
tahunan. Di usia BALITA tidak menghalangi dirinya untuk membantu
mencari penghasilan orang tuanya. Kedua orang tuanya adalah penyandang
cacat mata yang berprofesi sebagai pemijat. Orang barangkali tidak
menyangka gadis kecil cantik ini mempunyai orang tua yang keduanya
buta. Silmi kecil berkulit putih menjadi penuntun orang tuanya menuju
pasien pijat yang memerlukan jasa kedua orang tuanya.

Bang Amir, pertama kali berkenalan dengan keluarga ini beberapa hari
lalu, ketika mereka pindah ke sekitar rumah. Angsuran rumah petak
perbulan 300 ribu yang disewanya mengharuskan kedua orang tua Silmi
ini mencari pelanggan pijat secepatnya.

Berangkat dari rasa ingin membantu keluarga ini, istri bang Amir yang
baik hati menjadi pasien pijat yang pertama kali. Dari percakapan
ringan dengan ibunya Silmi terungkaplah alasan kepindahan ke kontrakan
rumah yang baru, yaitu karena pasien pijat di tempat yang lama sangat
sepi. Di rumah kontrakan yang baru ini, harapan mendapatkan pasien
yang lebih banyak adalah keinginan satu-satunya keluarga Silmi ini.

Rambut Silmi yang sedikit memerah mendorong istri bang Amir bertanya
kepada ibunya, "Rambut Silmi kok merah ? apa disemir, bu?", tanyanya.

Pertanyaan iseng sebenarnya, akan tetapi jawaban dari ibu Silmi inilah
yang akan merubah alur cerita hubungan keluarga bang Amir dan keluarga
Silmi kecil.

"Sebenarnya kalau pas pasien sepi, salah satu yang dapat menuntun dan
membantu suami saya cuma Silmi ini ….", jawab ibu Silmi dengan polos.

"Menuntun kemana, bu ?", balas istri bang Amir.

"Menuntun suami saya meminta-minta menjadi pengemis di Terminal
Cililitan", jawabnya polos. Seperti tersambar petir di siang bolong,
terlihat kekagetan di wajah istri bang Amir.

"Sebenarnya kami malu bu melakukan profesi sebagai pengemis, akan
tetapi tidak ada cara lagi yang dapat kami lakukan selain itu…",
imbuhnya dengan wajah dan suara yang masih polos.

Jawaban yang polos dan apa adanya ini, membuat detak jantung istri
bang Amir berdegup cepat. Kepolosan wujud kejujuran dan kepasrahan.
Perasaan bersalah dan berdosa menyelimuti hati kecil istri bang Amir.
Jadi rambut Silmi yang sedikit memerah ini karena panas terik di
Terminal Cililitan sana, batin istri bang Amir. Ya Allah… betapa besar
dosa-dosa hamba membiarkan mereka menderita, rintih istri bang Amir.

Percakapan ini disampaikan juga ke bang Amir. Istri bang Amir pun
meminta kepada bang Amir agar mau dipijat oleh ayahnya Silmi. Agar
target penghasilan mereka dapat memenuhi untuk membayar kontrakan
bulan ini. Karena kalau hari itu tidak ada pasien pijat, maka ayah
Silmi akan berangkat ke Terminal Cililitan menekuni "sambilan"-nya.

Bang Amir memang sedikit tidak nyaman kalau dipijat. Maka hobi pijat
pun tidak ada dalam rangkaian jalan hidupnya. Pengalaman yang sudah-
sudah, setelah dipijat biasanya badan tidak menjadi enak, malah terasa
"cekot-cekot" karena terasa ngilu semua. Karena itu penawaran pijat
biasanya ditolak dengan halus oleh bang Amir. Akan tetapi setelah
mendengar penuturan cerita istrinya tentang keluarga Silmi, akhirnya
bang Amir menerima tawaran istrinya.

Sore itu bel rumah terdengar, "Tetttttttttt ….Tetttttttt", pertanda
ada tamu yang datang. Di depan rumah muncul Silmi kecil menuntun
bapaknya yang buta.

"Masya Allah, luar biasanya si Silmi kecil ini, malaikat kecil
penuntun ayahnya," batin bang Amir.

Anak seusianya mempunyai dunia yang pasti menyenangkan dengan sibuk
berlari-lari dan bermain ayunan di taman kampung. Dari obrolan kecil
di tengah pemijatan, ayah Silmi mengatakan bahwa karena suhu badan
dengan panas yang tinggi, menyebabkan ketika kecil harus kehilangan
kedua penglihatannya. Ada hal yang luar biasa dari seorang ayah yang
buta ini, yaitu begitu sayangnya kepada si Silmi kecil. Ditegurnya
dengan halus si Silmi kecil apabila melakukan hal-hal yang dilihatnya
akan mengganggu suasana pemijatan.

Allah Maha Adil, batin bang Amir, kasih sayang seorang ayah kepada
anaknya tidak Allah padamkan walaupun nikmat penglihatan itu dicabut-
Nya. Subhanallah, sangat malunya orang yang dapat melihat dan
mempunyai anak yang sehat tetapi tidak bersyukur kepada Rabb Yang Maha
Tinggi.

Anak paling kecil bang Amir adalah Fathimah, seusia dengan Silmi
kecil.

"Mi, lihatlah Fathimah dan Silmi ini …", kata bang Amir kepada
istrinya suatu ketika.

Sambil dipegang tangan kedua anak itu erat-erat, bang Amir melanjutkan
kalimatnya.

"Mi, kedua anak ini sama…. sama-sama makhluk Allah… anak dari manusia…
mereka mempunyai ayah dan ibu…. mempunyai tangan dan mata… hanya
takdir Allah menentukan lain… yang satu di asuh oleh hamba-Nya yang
lebih berkecukupan… dan yang satu di asuh oleh hamba-Nya yang berada
dalam kekurangan…. kedua anak ini mi, bernasib beda… bajunya beda,
sandalnya beda, tempat tinggalnya beda…", ujar bang Amir dengan mimik
serius.

Keheningan melingkupi suasana mereka berdua. Entah renungan apa yang
muncul di benak bang Amir dan istrinya.

"Mi, kalau kecukupan ini adalah sebuah nikmat dan jalan kemudahan….
betapa Allah telah memuliakan kita ya mi…", sambung bang Amir lirih.

Bang Amir pun teringat akan dirinya selama ini, betapa banyak nikmat
Allah yang terkadang tidak sempat disyukurinya. Betapa banyak keluarga-
keluarga seperti keluarga Silmi ini yang membutuhkan uluran
pertolongan si mampu.

"Ah, seandainya mereka yang jauh nun di sana dapat bersatu saling
membahu…. mungkin keluarga ini dapat lebih tertolong …", batin bang
Amir menutup keheningan malam.

Kesedihan bang Amir semakin terasa ketika mendengar bahwa Silmi
sekeluarga telah pindah ke kontrakan barunya, karena sepinya pelanggan
pijat. Duh ! Ya Robbi.

Cinere – Depok, 27 Rajab 1430H
http://www.dakwatuna.com/2010/bang-amir-silmi-kaffah-penuntun-pengemis/?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+dakwatunacom+%28dakwatuna.com%29

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment