Para intelektual muda NU yang hanyut dalam arus liberalisme agama,
harus ditanggapi serius, karena pemikiran anak-anak muda itu cukup
membahayakan, tidak hanya bagi NU tapi juga bagi keberagamaan di
Indonesia secara umum. Pemikiran tersebut, sangat jauh dari ajaran-
ajaran KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU yang dikenal tegas dan tidak
kompromi terhadap tradisi-tradisi batil.
Kecemerlangan pemikiran Kyai Hasyim tersebut berbeda dengan kader-
kader muda NU yang berfaham Liberal saat ini. "KH Hasyim adalah tokoh
moderat, menghargai keberagamaan, dan terbuka," ungkap seorang kader
muda NU, dalam acara bedah bukunya berjudul "Hadratussyaikh;
Moderasi Keumatan dan Kebangsaan" pada 13 Maret 2010 di Jombang.
Penulis yang juga aktivis Islam Liberal, ingin menarik-narik, bahwa
pemikiran Kyai Hasyim sesuai dengan pemikiran progresif anak-anak muda
NU saat ini.
Progresif dalam pemikirannya, adalah yang tak jauh dari pemikiran
liberal dan inklusif. Tentu, ini sebuah kesimpulan yang berani dan
cenderung gegabah. Kesimpulannya tersebut akan membawa dampak tidak
sehat terhadap organisasi NU ke depan. Sebab, ketokohan Hadratussyaikh
KH Hasyim Asy'ari, sangat jauh dari ide-ide inklusivisme (keterbukaan)
mereka. Pada zamannya, Kyai Hasyim adalah tokoh yang memegang kokoh
fundamen-fundamen syariat.
Dalam konteks dinamika pemikiran progresif anak-anak muda NU seperti
sekarang, cukup menarik bila kita mengomparasikan dengan pemikiran
founding father Jam'iyah NU ini. Ada jarak yang cukup lebar ternyata
antara ide-ide Kyai Hasyim dengan wacana-wacana yang dikembangkan
kader-kader muda NU yang liberal itu.
Ketokohan KH Hasyim Asy'ari yang sangat disegani, yang membuat orang
NU ingin diakui sebagai pengikut beliau. Akan tetapi, upaya pengakuan
yang dilakukan anak-anak muda liberal NU tidak dilakukan dengan
mengaca pada perjuangan dan ideologi Kyai Hasyim.
Sebaliknya, pemikiran Kyai Hasyim justru secara paksa disama-samakan
dengan pemikiran inklusivisme mereka. Padahal Kyai Hasyim Asy'ari pada
zamannya terkenal sebagai ulama' yang tegas dan tidak kompromi dengan
tradisi-tradisi yang tidak memiliki dasar.
…Kyai Hasyim Asy'ari pada zamannya terkenal sebagai ulama' yang
tegas dan tidak kompromi dengan tradisi-tradisi yang tidak memiliki
dasar…
Ketegasan Kyai Hasyim
Wajah pemikiran pendiri NU ini yang paling menonjol adalah dalam
pendidikan Islam, sosial politik dan akidah. Akan tetapi pemikiran
yang terakhir beliau ini belum banyak dielaborasi. Padahal untuk
bidang keyakinan ini, beliau dikenal mengartikulasikan basicfaithnya
secara ketat, tegas, dan tidak kompromi.
Dalam kitabnya "Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna' al-Maulid bi al-
Munkarat" mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada senin 25 Rabi'ul
Awwal 1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan
maulid Nabi SAW. Mereka berkumpul membaca al-Qur'an, dan sirah nabi.
Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang
tidak sesuai syariat. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan
bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik,
tarian, tertawa-tawa dan permainan yang tidak bermanfaat. Kenyataan
ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan
membubarkan ritual tersebut.
Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim juga telah wanti-wanti warga
Nahdliyin agar menjaga basic faith dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI
pada 9 Juni 1936, Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-
nasihat penting. Seakan sudah mengetahui akan ada invasi Barat di
masa-masa mendatang, dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Arab,
beliau mengingatkan, "Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian
ada orang-orang kafir yang telah merambah ke segala penjuru negeri,
maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk…dan peduli membimbing
umat ke jalan petunjuk".
Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu rapatkan
melakukan pembelaan, saat ajaran Islam dinodai. "Belalah agama Islam.
Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan al-Qur'an dan sifat-sifat
Allah Yang Maha Kasih juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan
akidah-akidah sesat", lontar Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan
tersebut, menurut Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan
kefanatikan pada golongan, terutama fanatik pada masalah furu'iyah.
"Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu') kalian jadikan sebab
perpecahan, pertentangan dan permusuhan" tegasnya.
Tegas, tidak kenal kompromi dengan tradisi-tradis batil serta
bijaksana. Inilah barangkali karakter yang bisa kita tangkap dari
pidato beliau tersebut. Bahkan, pidato tersebut disampaikan kembali
dengan isi yang sama pada muktamar ke-XV 9 Februari 1940 di Surabaya.
Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap masa depan warga
Nahdliyin dan umat Islam Indonesia umumnya, terutama masa depan agama
mereka ke depannya – yang oleh beliau telah diprediksi mengalami
tantangan yang berat.
Situasi aktual yang akan dihadapi kaum muslim ke depan sudah menjadi
bahan renungan Kyai Hasyim. Dalam kitab "Risalah Ahlus Sunnah wa al-
Jama'ah," beliau mengutip hadits dari kitab "Fathul Baariy," bahwa
akan datang suatu masa bahwa keburukannya melebihi keburukan zaman
sebelumnya. Para ulama' dan pakar hukum telah banyak yang tiada. Yang
tersisa adalah segolongan yang mengedepankan rasio dalam berfatwa.
Mereka ini yang merusak Islam dan membinasakannya.
…Dalam kitab yang sama, Mbah Hasyim menyinggung persoalan aliran-
aliran pemikiran yang dikhawatirkan akan meluber ke dalam umat Islam
Indonesia…
Dalam kitab yang sama, Mbah Hasyim menyinggung persoalan aliran-aliran
pemikiran yang dikhawatirkan akan meluber ke dalam umat Islam
Indonesia. Misalnya, kelompok yang meyakini ada Nabi setelah nabi
Muhammad, Rafidhah yang mencaci sahabat, kelompok Ibahiyyun – yaitu
kelompok sempalan sufi mulhid yang menggugurkan kewajiban bagi orang
yang mencapai maqam tertentu - , dan kelompok yang mengaku-ngaku
pengikut sufi beraliran wihdatul wujud, hulul dan sebagainya.
Menurut Kyai Hasyim, term wihdatul wujud,dan hulul dipahami secara
keliru oleh sebagian orang. Kalaupun term itu diamalkan oleh seorang
tokoh sufi dan para wali, maka maksudnya bukan penyatuan Tuhan dan
manusia (manunggaling kawula). Seorang sufi yang mengatakan "Maa fi al-
Jubbah Illa Allah" maksudnya adalah bahwa sesuatu yang ada dalam
jubbah atau benda-benda lainnya di ala mini tidak akan wujud kecuali
karena kekuasaan-Nya. Artinya, menurut Kyai Hasyim, jika istilah itu
dimaknai manunggaling kawula, maka beliau secara tegas menghukumi
kafir.
…Tak sedikit punggawa Jaringan Islam Liberal berlatar belakang NU.
Akan tetapi, yang diperjuangkan bukan lagi ke-NU-an sebagaimana ajaran
Kyai Hasyim Asy'ari…
Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis
pada elemen-elemen fundamental. Dalam karya-karya kitabnya, ditemukan
banyak pandangan-pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis
akidah. Dalam kitabnya "Risalah Ahlus Sunnah wa al-Jama'ah" itu
misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini menulis banyak riwayat-riwayat
tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.
Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada
golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum
muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalil
mu'tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan Syafi'i yah, maka mereka
tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang
yang menyalahi aturan qath'i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus
dikembalikan kepada Al-Qur'an, Hadits, dan pendapat para ulama.
NU Liberal Tak Sama dengan NU-nya KH Hasyim Asy'ari
Sayangnya, model pemikiran-pemikiran KH Hasyim Asy'ari tersebut tidak
menjadi kaca yang baik. Bahkan 'kaca' pemikiran Kyai Hasyim berusaha
diburamkan sedemikian rupa, terutama oleh anak-anak muda NU yang
liberal.
Tak sedikit punggawa Jaringan Islam Liberal berlatar belakang NU. Akan
tetapi, yang diperjuangkan bukan lagi ke-NU-an sebagaimana ajaran Kyai
Hasyim Asy'ari. Pluralisme, sekularisme, kesetaraan gender, dan civil
society adalah ide-ide yang diperjuangkan kader-kader muda NU di JIL.
Beberapa intelektual muda NU yang hanyut dalam arus liberalisme agama.
harus ditanggapi serius, pemikiran anak-anak muda itu cukup
membahayakan, tidak hanya bagi NU tapi juga keberagamaan di Indonesia
secara umum.
...Ketika masih menjabat Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi gerah
dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda
NU. Beliau sadar bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU…
Ketika masih menjabat Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi merasa gerah
dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda
NU. Beliau telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan
di NU.
Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan
perjuangan KH Hasyim Asy'ari. " Liberalisme ini mengancam akidah dan
syariah secara bertahap," ujar Hasyim seperti dikutip www.nuonline.com
pada 7 Februari 2009.
Kekhawatiran tersebut memang perlu menjadi bahan muhasabah di kalangan
warga NU. Sebab, invasi anak-anak muda tersebut pelan-pelan akan
menghujam ormas Islam terbesar tersebut. Kasus Ulil yang memberanikan
diri mencalonkan diri sebagai ketua PBNU dalam muktamar kemarin adalah
sebuah sinyal kuat. Bagaimana, tokoh liberal bisa masuk bursa calon
ketua. Harusnya, ada ketegasan sikap dari elit-elit NU untuk mencegah.
Padahal, KH Hasyim Asy'ari sangat menentang ide-ide pluralisme,
memerintah untuk melawan terhadap orang yang melecehkan al-Qur'an, dan
menentang penggunaan ra'yu mendahului nas dalam berfatwa (lihat
Risalah Ahlus Sunnah wa al-Jama'ah). Dalam Muqaddimah al-Qanun al-
Asasi li Jam'iyati Nadlatu al-'Ulama, Hadratu Syekh mewanti agar
berhati-hati jangan jatuh pada fitnah – yakni orang yang tenggelam
dalam laut fitnah, bid'ah dan dakwah mengajak kepada Allah padahal
mengingkari-Nya.
Memang mestinya, nahdliyin yang liberal tidak mendapat tempat di dalam
NU. Sebab, perjuangan Kyai Hasyim pada zaman dahulu adalah menerapkan
syariat Islam. Untuk itulah beliau, sepulang dari belajar di Makkah
mendirikan jam'iyyah – sebagai wadah perjuangan melanggengkan tradisi-
tradisi Islam berdasarkan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Ketegasan semoga tidak sekedar diwacanakan secara verbal. Tentu ini
tidaklah cukup dibanding dengan kuatnya arus liberalisme di tubuh
ormas Islam terbesar di Indonesia ini. Tindakan nyata dan tegas
hukumnya fardlu 'ain bagi beliau dan para ulama' yang memiliki
otoritas dalam tubuh organisasi.
Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU adalah aset bangsa
yang harus diselamatkan dari gempuran virus liberalisme. NU dan
Muhammadiyah bagi muslim Indonesia adalah dua kekuatan yang perlu
terus dibackup. Jika dua kekuatan ini lemah, tradisi keislaman
Indonesia pun bisa punah. Maka, andai Kyai Hasyim hidup saat ini,
beliau pasti akan berada di garda depan menolak pemikiran Liberal.
[taz/voa-islam.com]
(Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam
(ISID) Gontor dan peneliti Center for Islamic and Occidental Studies
(CIOS) ISID)
http://www.voa-islam.com/islamia/liberalism/2010/04/29/5589/kh-hasyim-asy'ari-menentang-liberalisasi-agama-dan-pemikiran/
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment