Renungan Ujian Nasional
Oleh : Armansyah
UN (aliasnya Ujian Nasional dan bukannya United Nation :-) baru saja digelar dan hasilnya seperti yang dilansir oleh Harian Umum Kompas dari 1.522.162 peserta ujian nasional tingkat sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, sebanyak 154.079 siswa di antaranya, atau sekitar 10,12 persen tidak lulus. [Baca : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/24/04250288/154.079.siswa.tidak.lulus.un.]
Masih menurut Kompas, jumlah daerah paling banyak siswa yang tidak lulus dan harus mengikuti ujian nasional ulangan adalah daerah Istimewa Yogyakarta (23,7 persen), Kalimantan Tengah (39 persen), Kalimantan Timur (30,53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Gorontalo (46,22 persen). Adapun persentase siswa yang paling banyak lulus ada di Bali (97,18 persen), Jawa Barat (97,03 persen), Jawa Timur (96,69 persen), dan Sumatera Utara (95,85 persen).
Sementara itu, pelaksanaan dari Ujian Nasional sendiri dari awal sudah menuai kontroversi dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Mahkamah Agung dalam Perkara No. 2596 K/Pdt/2008 tanggal 14/09/2009 memutuskan, menolak permohonan kasasi pemerintah terkait dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan kata lainnya, UN tidak boleh diselenggarakan. Dan status hukumnya adalah in kracht van gewijsde (mempunyai kekuatan hukum tetap). Tetapi fakta dilapangan, Departemen Pendidikan melalui Menteri Pendidikan Nasionalnya sendiri justru mengambil sikap berseberangan dengan Mahkamah Agung. Ujian Nasional masih terus digelar.
Akibatnya bisa ditebak seperti tahun-tahun sebelumnya, berita tentang lulus dan tidak lulus seusai pelaksanaan UN tersebut langsung memenuhi hampir seluruh surat kabar, situs web hingga statius televisi dan beragam bentuk media penyampai informasi lainnya.
Saya tidak akan lebih jauh lagi memasuki polemik yang ada diantara pemerintah sendiri melalui Departemen Pendidikan dan Mahkamah Agung, bukan karena saya tidak perduli dengan dunia pendidikan ataupun penegakan hukum, namun karena memang tulisan ini tidak dikhususkan untuk berkonsentrasi pada pembahasan mengenai hal itu. Saya akan menyoroti kondisi para siswa paska pengumuman Ujian Nasional itu sendiri, baik mereka yang dinyatakan lulus maupun tidak.
Sebagai seorang pemerhati masalah sosial, penulis buku dan sekaligus juga pendidik, saya agak miris melihat mental dari generasi muda sekarang ini. Bagaimana tidak, didaerah Wonogiri seorang siswa salah satu SMA swasta mencoba bunuh diri dengan menenggak pengharum ruangan gara-gara ia tidak lulus Ujian Nasional. Nun jauh di Nusa Tenggara Barat, ada ratusan siswa SMK mengamuk dan menghancurkan sekolahnya sendiri dengan melempar batu karena hal yang sama. Masih ada banyak
lagi contoh kasus yang serupa diberbagai tempat diseluruh Indonesia.
Tingkah laku mereka yang lulus juga sering kebablasan, baju yang tadinya putih bersih dan sangat layak untuk dipakai justru dicoret sana-sini bahkan disemprot dengan cat. Seolah tidak puas dengan hal itu, banyak siswa kemudian turun kejalan dan melakukan konvoi kendaraan dijalan. Menimbulkan kemacetan serta hal-hal menakutkan lainnya bagi pengguna jalan raya diluar mereka.
Pertanyaannya, apakah ini hasil dari proses pendidikan, saya ulangi lagi, pendidikan (dengan penekanan kuat diunsur mendidiknya) terutama yang menyangkut moral-akhlak dan agama selama mereka sekolah dari tahun ketahunnya ?
Pendidikan tidak hanya terletak pada tanggung jawab para guru disekolah namun juga para orang tua
dan masyarakat secara umum. Saya rasa kita semua terlibat dan ikut bertanggung jawab dalam hal
"mendidik" generasi masa depan ini.
Apabila kemudian generasi masa depan kita ini melakukan hal-hal yang tidak patut maka kitalah yang pertama harus introspeksi diri atas kegagalan kita mendidik mereka. Kita sudah gagal mendidik mereka sebagai seorang guru, seorang da'i dan lebih lagi sebagai orang tua kandung mereka. Kita juga sudah gagal mendidik mereka sebagai bagian dari sebuah komunitas masyarakat Indonesia yang konon jaman dahulu kala terkenal dengan kesantunan dan adatnya yang sangat sopan.
Kita melarang mereka merokok tetapi nyatanya berapa banyak dari kita sendiri yang justru merokok ?
kita mewajibkan mereka buat sholat, taat pada nilai-nilai dan syariat agama tetapi berapa banyak dari kita yang justru tidak pernah sholat, jarang sholat, jarang puasa dan malah kerjanya korupsi, menonton tayangan sinetron yang nyaris selalu mengumbar aurat ? Kita sibuk bicara soal hinanya para penzina tetapi banyak dari kita sendiri yang berselingkuh dan menebar perzinaan ? Kita sendiri kadang selaku aparat telah "memberi izin" para bule dan orang-orang yang tidak paham tata krama untuk bertelanjang ria dipantai-pantai dan tempat renang, kita tidak mengindahkan lagi aturan moral dan agama. Kita biarkan praktek permesuman merajalela dinegeri ini. Saat MK menolak UU penodaan agama dibatalkan orang pada ribut dengan dalih HAM dan sebagainya, begitupun saat Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa para penzina dilarang untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah.
Salah satu akibatnya, mari kita lihat apa pengakuan sutradara film "Cowboys in Paradise" yang menjadi latar belakang pembuatan film tersebut. Ide ini bermula ketika dirinya bertemu dengan seorang bocah berusia 12 tahun di pantai Kuta Bali. Si bocah mendesaknya untuk mengajarinya bahasa Jepang. "Ketika saya dewasa, saya ingin menjadi gigolo bagi perempuan Jepang. Bocah itu menjawab dengan riang gembira,". [Lihat : http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2010/04/26/brk,20100426-243334,id.html]
MasyaAllah ...
Padahal al-Qur'an sudah berkata : Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. 61 Ash-Shaaf :3) | Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS. 66 At-Tahriim :6)
Masih banyak sebenarnya yang ingin saya tulis disini, tetapi ah ... apakah ada efeknya ? apakah anda tidak sekedar membaca sekilas lalu mendelete bacaan ini serta mengun-install secara penuh dari pikiran anda sehingga next time, next year kejadian-kejadian ini masih akan terus terjadi dan terulang.
Sudahlah, anggap ini sebagai sentuhan kecil untuk bahan introspeksi diri saya sendiri ... jika memang berguna maka manfaatkanlah apa yang bisa dilakukan untuk pendidikan anak-anak kita diwaktu berikutnya.
Kebenaran itu datang dari Allah ...
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan. (QS. 31 Luqman:17)
--
Salamun 'ala manittaba al Huda
ARMANSYAH
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment