Tuesday, April 27, 2010

Re: [Milis_Iqra] Renungan Ujian Nasional

Saya hany flash back pada diri saya semasa di SMP tahun 1964 dan masa SMA tahun 1967/1968 (masa belajar ditambah setengah tahun akibat G 30 S):

1. Setelah lulus SD hasil Ujian Negara (sekarang Ujian Nasional) (dulu masa saya nama SD masih SR) sudah dilepas oleh orang tua untuk mencari dan mendaftarkan SMP yang berada di kota yang jauh dari kampung.
2. Sekolah memberi kepercayaan penuh kepada para murid dalam hal penerimaan rapor dan pengambilan ijasah/Tanda Lulus sehingga tidak perlu orang tua datang ke sekolah untuk mengambilnya, namun anak-anak dulu juga masih takut dengan hukum sehingga bagaimanapun rapor tetap sampai ke orang tua, kemudian ayah/ibu menanda tangani rapor tersebut, dan berkahnya dulu tidak ada (hampir tidak ada) anak yang berani memalsu tanda tangan orang tua karena rasa takut dan segan
3. Jaman SMP dengan usia 12 tahun sudah berani berpisah dengan orang tua dan mondok/kost sehingga sudah mampu setengah mandiri, namun demikian juga tidak berani berbuat yang melanggar norma apapun karena takut menodai nama baik orang tua (saat itu saya tinggal disebuah kecamatan dan SMP adanya dikota Kabupaten), dan saya pulang kerumah sebulan sekali untuk mengambil beras dan uang saku, uang sekolah dan lainya, itupun dengan naik sepeda untuk menempuh jarak 23 km, dan pulang saat Saptu sesudah jam sekolah, namun juga jam sekolah dulu hanya sampai dengan jam 13.00
4. Orang tua maupun murid tidak pernah ada yang protes dengan semua aturan negara termasuk penyelenggaraan Ujian Negara (Ujian Nasional sekarang) bahkan saat SMP karena saya sekolah di swasta yakni Muhammadiyah, wajib mengikuti ujian 2 kali, yakni ujian sekolah dan Ujian Nasional.
5. Namun juga dulu murid tidak diteror dengan hukum misalnya yang ketahuan nyontek diproses hukum seperti sekarang sehingga murid lebih enjoy dalam mengikuti ujian nasional, dulu kalau ketahuan nyontek paling dikeluarkan dari kelas, dan gugur dalam mengikuti ujian.
6. Yang penting, balita dulu disusui langsung oleh ibunya karena susu kaleng jaman itu adalah barang yang sangat mewah dan mahal sekali harganya.
7. Menu harian seadanya (Tahu, tempe sayuran, ikan kalau mau cari di sungai) namun jelas kehalalannya, karena saat itu semua orang dalam keadaan berjuang tanpa pamrih, dan nasionalisme dan kebangsaan menjadi prinsip yang nomor satu dibanding dengan harta dan materi, sehingga saat itu saya belum pernah mendengar kata atau kalimat korupsi
8. Makan daging atau telor setahun sekali, yakni saat idul fitri
9. Jaman saya kuliah sistim belajar masih dengan sistim modul belum SKS, sehingga mahasiswa yang dua kali tidak naik tingkat terkena Drop Out
10. Keagamaan saat itu masih sangat tipis, masih sangat jarang sekali perempuan mengenakan jilbab meski istri kyai sekalipun.

Dan hasil didikan yang saya peroleh Alhamdulillaah telah membawa saya dalam kehidupan yang "halalan thayiban" hingga sekarang ini.

Mohon maaf ini sekedar pengalaman pribadi yang sifatnya sangat subyektif sekali tanp ada rasa ingin menggurui siapapun, namun dibalik itu ada hikmah yang dapat diambil sebagai perbandingan atas hal pembelajaran jaman dulu dan pembelajaran jaman sekarang.

2010/4/27 Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Renungan Ujian Nasional
Oleh : Armansyah

UN (aliasnya Ujian Nasional dan bukannya United Nation :-) baru saja digelar dan hasilnya seperti yang dilansir oleh Harian Umum Kompas dari 1.522.162 peserta ujian nasional tingkat sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, sebanyak 154.079 siswa di antaranya, atau sekitar 10,12 persen tidak lulus.  [Baca : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/24/04250288/154.079.siswa.tidak.lulus.un.]

Masih menurut Kompas, jumlah daerah paling banyak siswa yang tidak lulus dan harus mengikuti ujian  nasional ulangan adalah daerah Istimewa Yogyakarta (23,7 persen), Kalimantan Tengah (39 persen), Kalimantan Timur (30,53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,8 persen), dan Gorontalo (46,22 persen). Adapun persentase siswa yang paling banyak lulus ada di Bali (97,18 persen), Jawa Barat (97,03 persen), Jawa Timur (96,69 persen), dan Sumatera Utara (95,85 persen).

Sementara itu, pelaksanaan dari Ujian Nasional sendiri dari awal sudah menuai kontroversi dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Mahkamah Agung dalam Perkara No. 2596 K/Pdt/2008 tanggal 14/09/2009 memutuskan, menolak permohonan kasasi pemerintah terkait dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan kata lainnya, UN tidak boleh diselenggarakan. Dan status hukumnya adalah in kracht van gewijsde (mempunyai kekuatan hukum tetap). Tetapi fakta dilapangan, Departemen Pendidikan melalui Menteri Pendidikan Nasionalnya sendiri justru mengambil sikap berseberangan dengan Mahkamah Agung. Ujian Nasional masih terus digelar.

Akibatnya bisa ditebak seperti tahun-tahun sebelumnya, berita tentang lulus dan tidak lulus seusai pelaksanaan UN tersebut langsung memenuhi hampir seluruh surat kabar, situs web hingga statius televisi dan beragam bentuk media penyampai informasi lainnya.

Saya tidak akan lebih jauh lagi memasuki polemik yang ada diantara pemerintah sendiri melalui Departemen Pendidikan dan Mahkamah Agung, bukan karena saya tidak perduli dengan dunia pendidikan ataupun penegakan hukum, namun karena memang tulisan ini tidak dikhususkan untuk berkonsentrasi pada pembahasan mengenai hal itu. Saya akan menyoroti kondisi para siswa paska pengumuman Ujian Nasional itu sendiri, baik mereka yang dinyatakan lulus maupun tidak.

Sebagai seorang pemerhati masalah sosial, penulis buku dan sekaligus juga pendidik, saya agak miris melihat mental dari generasi muda sekarang ini. Bagaimana tidak, didaerah Wonogiri seorang siswa salah satu SMA swasta mencoba bunuh diri dengan menenggak pengharum ruangan gara-gara ia tidak lulus Ujian Nasional.  Nun jauh di Nusa Tenggara Barat, ada ratusan siswa SMK mengamuk dan menghancurkan sekolahnya sendiri dengan melempar batu karena hal yang sama. Masih ada banyak

lagi contoh kasus yang serupa diberbagai tempat diseluruh Indonesia.

Tingkah laku mereka yang lulus juga sering kebablasan, baju yang tadinya putih bersih dan sangat layak untuk dipakai justru dicoret sana-sini bahkan disemprot dengan cat. Seolah tidak puas dengan hal itu, banyak siswa kemudian turun kejalan dan melakukan konvoi kendaraan dijalan. Menimbulkan kemacetan serta hal-hal menakutkan lainnya bagi pengguna jalan raya diluar mereka.

Pertanyaannya, apakah ini hasil dari proses pendidikan, saya ulangi lagi, pendidikan (dengan penekanan kuat diunsur mendidiknya) terutama yang menyangkut moral-akhlak dan agama selama mereka sekolah dari tahun ketahunnya ?

Pendidikan tidak hanya terletak pada tanggung jawab para guru disekolah namun juga para orang tua

dan masyarakat secara umum. Saya rasa kita semua terlibat dan ikut bertanggung jawab dalam hal

"mendidik" generasi masa depan ini.

Apabila kemudian generasi masa depan kita ini melakukan hal-hal yang tidak patut maka kitalah yang pertama harus introspeksi diri atas kegagalan kita mendidik mereka. Kita sudah gagal mendidik mereka sebagai seorang guru, seorang da'i dan lebih lagi sebagai orang tua kandung mereka. Kita juga sudah gagal mendidik mereka sebagai bagian dari sebuah komunitas masyarakat Indonesia yang konon jaman dahulu kala terkenal dengan kesantunan dan adatnya yang sangat sopan.

Kita melarang mereka merokok tetapi nyatanya berapa banyak dari kita sendiri yang justru merokok ?

kita mewajibkan mereka buat sholat, taat pada nilai-nilai dan syariat agama tetapi berapa banyak dari kita yang justru tidak pernah sholat, jarang sholat, jarang puasa dan malah kerjanya korupsi, menonton tayangan sinetron yang nyaris selalu mengumbar aurat ? Kita sibuk bicara soal hinanya para penzina tetapi banyak dari kita sendiri yang berselingkuh dan menebar perzinaan ? Kita sendiri kadang selaku aparat telah "memberi izin" para bule dan orang-orang yang tidak paham tata krama untuk bertelanjang ria dipantai-pantai dan tempat renang, kita tidak mengindahkan lagi aturan moral dan agama. Kita biarkan praktek permesuman merajalela dinegeri ini. Saat MK menolak UU penodaan agama dibatalkan orang pada ribut dengan dalih HAM dan sebagainya, begitupun saat Menteri Dalam Negeri mengatakan bahwa para penzina dilarang untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah.

Salah satu akibatnya, mari kita lihat apa pengakuan sutradara film "Cowboys in Paradise" yang menjadi latar belakang pembuatan film tersebut. Ide ini bermula ketika dirinya bertemu dengan seorang bocah berusia 12 tahun di pantai Kuta Bali. Si bocah mendesaknya untuk mengajarinya bahasa Jepang. "Ketika saya dewasa, saya ingin menjadi gigolo bagi perempuan Jepang. Bocah itu menjawab dengan riang gembira,". [Lihat : http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2010/04/26/brk,20100426-243334,id.html]

MasyaAllah ...

Padahal al-Qur'an sudah berkata : Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. 61 Ash-Shaaf :3) | Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS. 66 At-Tahriim :6)

Masih banyak sebenarnya yang ingin saya tulis disini, tetapi ah ... apakah ada efeknya ? apakah anda tidak sekedar membaca sekilas lalu mendelete bacaan ini serta mengun-install secara penuh dari pikiran anda sehingga next time, next year kejadian-kejadian ini masih akan terus terjadi dan terulang.

Sudahlah, anggap ini sebagai sentuhan kecil untuk bahan introspeksi diri saya sendiri ... jika memang berguna maka manfaatkanlah apa yang bisa dilakukan untuk pendidikan anak-anak kita diwaktu berikutnya.

Kebenaran itu datang dari Allah ...
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan. (QS. 31 Luqman:17)

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment