60 Tahun Perselingkuhan AS-Islam Politik Oleh : Arief Musthofifin Judul Asli : Devil's Game; How The United States Helped Unleash Fundamentalist Islam Judul Terjemah : Devil's Game Orchestra Iblis; 60 Tahun Perselingkuhan Amerika- Religious Extremist Penulis : Robert Dreyfuss Tahun Terbit : Meret 2007 Penerbit : SR-Ins Publishing Cetakan & Tebal : I & lvii + 486 hlm. Fenomena devil' game yang diperankan United State of America (USA) dan Religious Extremist lebih 60 tahun merupakan fakta sejarah perselingkuhan politik dan agama yang terlupakan. Robert Dreyfuss, jurnalis independen dalam bidang investigasi Politic and State Security, berdasar data-data agent CIA (Center Intelligence Agency), mengungkap hubungan mesra dan manja AS-Islam fundamentalis tak hanya demi kepentingan minyak Timur Tengah (¾ minyak bumi dunia). Namun, aliansi yang dimulai dengan kedekatan Saudi Arabia (¼ minyak bumi dunia) tersebut untuk kepentingan Perang Dingin melawan sosialis- komunis-ateis Uni Soviet. Dwight David Eisenhover, Presiden AS, untuk kepentingan Perang Dingin, Januari 1957 dia berpesan pada konggres, berjanji memberikan bantuan finansial dan militer kepada negara-negara Timur Tengah yang mau terbuka melawan bangsa di bawah kendali Komunisme internasional. Demi mendulang dukungan, Ike, panggilan Eisenhover, mengundang Raja Saud ke Washington. Untuk menghormati dan sekaligus mencuri hati Raja Saud, secara pribadi Ike menjemput Saud di bandara. (hlm. 142). Jalinan politik dengan Saudi sangat penting karena kerajaan Wahabian ini sebagai pusat Islam seluruh dunia. Washington berpikir, Islam dan Islamisme dapat dijadikan senjata "bayaran" melawan Soviet dan para nasionalis yang condong ke kiri, seperi Gamal A. Nasser (Mesir). (hlm. 143). Saudi (Wahabi) sendiri sangat benci komunis (sosialis) dan nasionalisme karena dianggap tidak mengakui Tuhan. Plus, karena nasionalisme mengancam otoritas kekuasaan absolute raja-raja Arab. Untuk memperkuat pasukan, Saudi menggalang kekuatan dari kanan Islam reaksioner (garis keras), al-Ikhwan al-Muslimun Hasan al-Banna. Abegebriel, pengantar buku, memberi keterangan sifat transnasional gerakan Islam radikal ini punya banyak syndicated lintas Negara. Seperti, Jama'ah al-Jihad, al-Jama'ah al-Islamiyyah (Mesir, Maroko, Tunis, Pakistan, dan HAMAS), Hizb al-Tahrir, al-Takfir wa al-Hijarah, dan MILF Abu Sayyaf. Dari Indonesia adalah DI/TII Kartosuwiryo (Bapak Negara Islam Indonesia). (hlm. xix). Sebagai perangkat mobilisasi massa kanan Islam radikal (Islam politik) dibentuklah the Islamic Center Jenewa (1961), Liga Dunia Muslim (1962), dan Organisasi Konferensi Islam (1969). Tugas kaderisasi massa kanan Islam reaksioner diberikan pada Universitas Islam Madinah (1961) dan Universitas King Abdul Aziz (1967). (hlm. 151). Serta memanfaatkan gerakan para sufi radikal di berbagai wilayah -termasuk di dalam Uni Soviet dan Asia Tengah-- untuk memberontak under ground terhadap Soviet. (hlm. 325). Sampai akhir Perang Dingin, 1991, Islam politik (kanan Islam) --yang didanai Saudi-Amerika-- berhasil mencerai-beraikan Uni Soviet (lawan politik AS). Karena para pasukan bayaran Amerika ini (Saudi dan kanan Islam) punya doktrin "jihad" yang dijadikan komando teologis berani mati. Bak sunpah darah para mafia! Lanjut Dreyfuss, kanan Islam memang telah menjelma menjadi "Pasukan Tuhan" dengan kekuatan besar dan mampu menggerakkan massa militant di segala penjuru dunia untuk membenci sosialis-komunis-ateis sampai mati. Bahkan, anak keturunan sudah didoktrin bahwa sosialis-koumis-ateis sebagai ajaran sesat dan dilaknat Tuhan. Haram untuk sekadar belajar sosialisme, lebih-lebih mengikutinya. Dilema AS Dilema pula bagi AS --setelah kanan Islam terbukti mampu menghancurkan Soviet-maka Islam politik percaya diri mampu melawan kekuatan ideology mana pun. Termasuk berbalik melawan AS yang telah memanfaatkan kekuatannya selama Perang Dingin. Secara ideologis, ide sekularisme milik AS, juga sangat dibenci Saudi dkk. Tak aneh Negara- negara Timur Tengah lalu membentuk Pakta Kekuatan Islam (tepatnya, Islam politik). Lalu, tragedi bom WTC II 11 September 2001 (9/11) oleh geng Osma bin Laden --barisan sakit hati Saudi-diklaim AS sebagai awal "perang peradaban". Tak lain, Bernard Lewis (The Middle East and the West) dan muridnya, Samuel Huntington (Clash of Civilization), think thank yang banyak mempengaruhi kebijakan Bush lewat teori "Benturan Peradaban". Lewis-Huntington mempropagandakan, bahwa masalah AS bukan fundamentalisme Islam. Tetapi, Islam itu sendiri. Jadi, "Penturan Peradaban" terjadi secara permanen antara Barat (Yahudi-Kristen) vs Islam. (hlm. 432-434). Oleh pengkritiknya, seperti John Esposito, Lewis-Huntington dan Bush, divonis telah melakukan overgeneralisasi. Isu itu hanya manajemen panik Washington setelah melihat kondisi politik Timur Tengah di luar scenario yang dibuatnya. Namun, perang melawan terorisme ala Bush dengan legitimasi "Benturan Peradaban" hanya dalih pendekatan baru yang lebih radikal pada Timur Tengah dan Asia Tengah. Bukan kebijakan terhadap Islam, fundamentalisme Islam, terorisme, ataupun di luar Islam. Jadi, harus berpikir ulang jika AS ingin menyerang Saudi. Justru kemesraan politik AS-Saudi (Islam politik) dengan devil's game gaya baru terus berlanjut. Dalam istilah Leeden, "itu mungkin akan menjadi perang untuk membentuk ulang dunia". (hlm. 438-439). Dan, orchestra iblis masih belum berakhir.
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Wednesday, June 23, 2010
[Milis_Iqra] 60 Tahun Perselingkuhan AS-Islam Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment