Pak Amir mohon maaf baru bisa balas,
Biasa alasan klise "pekerjaan" :-)
Mohon maaf saya tidak bisa memberikan informasi seperti yang Pak Amir harapkan soal salafy.
Yang saya tahu ya sudah saya tulis kemaren, bahwa saya benar benar salut dengan mereka.
Mereka benar2 memperhatikan dalil dalil ketika beribadah,
Mereka benar benar mencintai Rasulullah dengan mengikuti ajarannya, bukan mengikuti kata orang dan pendapat sendiri.
Mereka memilih dalil yang shahih sebagai landasan ibadah
Mereka Taat kepada Allah dengan mematuhi perintah-Nya taat kepada Rasul
Itulah kenapa saya senang sekali ketika suatu saat berkesempatan ta'lim dengan mereka.
Jika di dekat rumah lagi tidak ada, saya pergi ke jakarta yang mudah jalurnya dari rumah saya.
Ketika ta'lim kita ada literature yang sistematis seperti mengkaji kitab tauhid, fiqh, tafsir dsb, jadi memudahkan saya untuk belajar.
Soal pak Amir merasa mereka exclusive, kalau boleh saya berpendapat.
Mungkin sebaiknya dikaji dahulu dan masing masing instropeksi diri, karena saya yakin itu bukan masalah salafy-nya.
Kalaupun cara berdakwah yang menurut bapak kurang, kemungkinan kan ilmu mereka belum sampai pada bagaimana berdakwah pak.
Karena setahu saya ustadz salafy yang mengisi kajian baik di Jakarta yang saya ikuti maupun di dekat rumah mereka cukup bagus cara berdakwahnya. baik cara penyampaian maupun ilmunya bagus,
Bukan ga punya ilmu tapi berdakwah, Ilmu agama maksud saya, ya tafsir, ya fiqh ya hadits, jadi terhindar dari keliru penafsiran
memang ada yang biasanya tanpa dalil ketika ibadah, ikut kajian pertama kali, kaget lach melihat semua dibahas dengan dalil baik dari Al Qur'an maupun sunnah, yang ada complain dari awal sampai akhir.
Itupun yang lain tidak menghujat, diam memaklumi, dan diserahkan kepada ustadz untuk menanganinya.
Jadi menurut saya, soal pergaulan sesama tetangga, akan banyak masalah jika sebagian merasa benar, bukan karena golongannya, bukan karena mahzabnya, bukan karena manhajnya.
Saya akan mencontohkan pengalaman beberapa teman yang curhat kesaya,
Di lingkungannya memang ada pengajian yang dilaksanakan di Musholla, tapi akhirnya teman tersebut memutuskan tidak mengikutinya,
Orang yang tidak mau instropeksi diri sendiri, merasa selalu benar pasti menganggap dia tidak mau bergaul, exclusive, maunya di ta'lim alirannya dsb.
Tapi coba kita tengok alasannya ketika curhat ke saya,
1. Waktunya malam, padahal keesokan harinya saya harus bekerja, latar belakang yang berbeda kan dengan kebanyakan rekannya yang ibu rumah tangga. Sebagai istri, walaupun bekerja, bukan berarti suaminya harus mandiri, justru dia yang menyiapkan semua kebutuhan suaminya dahulu sebelum berangkat kerja, bahkan minum-pun suaminya hampir tidak pernah ambil sendiri, dia yang menyiapkan, ini bukan keluhan, tapi itulah yang menjadi komitmennya bahwa walaupun dia bekerja, suaminya jangan sampai menyentuh pekerjaan rumah tangga.
Apa alasan ini salah sehingga ketika dia lebih memilih ta'lim di hari libur, sabtu atau minggu atau hari besar agar hari2 biasa tidak terganggu pekerjaannya baik di rumah ataupun di kantor?
Apakah dia exclusive?
Sebaiknya rekan2nyalah, tetangganyalah menurut saya yang exclusive, yang egois, yang harusnya instropeksi diri.
2. Bagaimana kalau kegiatan baik pengajian ataupun kegiatan RT itu menyebabkan laki laki perempuan bercampur baur?
Mungkin dianggap biasa, bergaul dengan tetangga toch banyak orang ini
(maaf dalilnya sudah sering kita bahas jadi tidak saya tulis lagi ya soal campur baur laki laki dan perempuan)
Siapa sekarang yang harus instropeksi diri? :-)
menurut saya ya warga yang menyalahi perintah Allah itulah yang harusnya instropeksi heheheh
Bergaul memang boleh, antara tetangga, tetapi bukan berarti menyalahi perintah Allah kan ya Pak?
Bagaimana menurut bapak?
Apakah mereka masih bisa dibilang exclusive?
3. Soal bergaul para istri,
Pernahkan bapak menanyakan apa saja yang dibicarakan para istri ketika berkumpul?
Ada yang meng-ghibah, ada yang menggosip, ada yang menyombongkan penghasilan suami, harta, anak anak dsb.
(kalau mau dibahas dalil soal ghibah tersendiri saya yach?)
Ketika kita tidak kuasa menasehati agar tidak menggunjing, apakah salah membatasi pergaulan dengan yang lain?
Yang lain pasti akan membicarakan orang yang menarik diri exclusive tanpa instropeksi bahwa merekalah yang hidup tidak sesuai sunnah hehehehehe
4. Masih banyak lagi pak yang seharusnya masing masing harusnya menurut saya instropeksi, bahwa mayoritas belum tentu benar, justru yang kelihatan exclusive itu kadang kadang menjaga agar tidak jatuh pada hal hal yang dilarang agama.
Bagaimana menurut bapak?
saya tunggu konfirmasi baliknya ya :-)
On 6/23/10, Muhammad Amir Rosyidi <rosyid2007@gmail.com> wrote:
-- On Wed, 2010-06-23 at 10:30 +0700, whe - en wrote:
> Saya pribadi selama bergaul dengan mereka (kaum salafi) tidak ada
> masalah.
> Tetapi jelas semua tergantung kita, mau membuka diri apa pura pura
> membuka diri tetapi memaksakan pandangan kita.
> Semua berawal dari pikiran kita, ketika menganggap sesuatu negatif,
> segala hal akan menjadi negatif dan sebaliknya.
> Menganggap positif menjadikan kita bisa menilai objectif, tergantung
> kita pilihan kemana
[Rosyid] :
Mungkin mbak wheen yang sudah lama berkenalan dengan orang slafi bisa
menceritakan kepada saya atau kita semua di milist ini bagaimana salafi?
khususnya yang ada di Indonesia supaya orang tidak berprasangka yang
aneh-aneh lagi tentang salafi. Saya hanya takut ketika kita hanya
mendengar cerita tentang suatu aliran, suatu golongan hanya dari
kulitnya maka akan menimbulkan persepsi yang berbeda, dan malah akan
menumbilkan perpecahan kalau orang tersebut tidak bisa arif dalam
menyikapinya.
> Saya punya pengalaman,
> Ketika ta'lim dengan mereka (salafi), tanpa sadar karena kebiasaan,
> saya menggunakan kaos kaki favorit saya, warna warni dengan lima
> kantong jari. Yang menjadi masalah tentusaja bukan itu, tetapi gambar
> di kaos kali saya seperti wajah orang.
> Seorang rekan dengan santun menanyakan apakah ada gambar tersebut,
> saya langsung sadar dengan salah satu hadits soal dilarangnya ada
> gambar makhluk hidup, dan saya tidak langsung marah karena toch rekan
> tersebut menanyakan dengan santun dan saya menjawab pula dengan santun
> bahwa saya selama ini tidak sadar dengan gambar gambar tersebut. Dan
> ta'lim ta'lim berikutnya kaos kaki bergambar tersebut tentusaja tidak
> saya gunakan karena sayapun menghormati saya ta'lim di lingkungan
> mereka.
>
> Ketika saya tidak ta'lim beberapa saat karena suatu keperluan, mereka
> menanyakan apakah terjadi sesuatu dengan saya? karena pada intnya
> bersaudara
>
> Pointnya: mereka mengingatkan saya dengan santun dan penuh perhatian.
> Hal tersebut tidak saya temui ketika ibu2 mengadakan yasinan, saya
> mengungkapkan bahwa saya kurang sreg dengan cara membaca bersama sama,
> tidak ada yang menyimak, tidak ada yang mengkoreksi,
> jawabannya adalah memaksa ikut karena diundang.
> (Kalau diundang itu mbok ya datang khawatirnya kalau kita ada acara ga
> didukung)
> Bagaimana mungkin ibadah koq ikut ikutan karena ga enak, bukannya
> berdasarkan dalil syar'i
> Ketika ikut kajian pun tahu tahu diadakan yasinan dengan alasan
> menunggu ustadzahnya, bersaut sautan, ga ada yang mengoreksi.
[Rosyid] :
Di kampung sayapun pengalamannya berbeda juga dengan mbak wheen. Dulu
saya punya tetangga salafi, saya kagum sekali karena ibadahnya istiqomah
(ini yang saya salut dengan salafi), kalau ada adzan langsung berangkat
ke masjid. Tapi memang ada beberapa sikap yang membuat orang-orang di
tempat saya merasa mereka eksklusif seperti ketika diundang rapat RT
nggak datang, ada kerja bakti ndak ikut, ketika ada moment 17-an
langsung dengan frontal bilang ke tokoh masyarakat, ke orang-orang
disitu bahwa itu nggak ada dalam ajaran Islam (bagi saya kalau itupun
benar, cara dakwahnya yang kurang pas), kalau bertamu ke rumahnya
kesannya seperti ada pilih-pilih tamu. Istrinya tidak pernah sama sekali
keluar rumah kecuali kalau ada acara di rekan-rekan salafinya.
> Jadi intinya menurut saya, kenalilah orang berbeda pandangan dengan
> kita dahulu, koreksi diri kita sendiri dahulu, jangan jangan diri
> kitalah yang tidak bisa menerima pandangan orang lain beda, tetapi
> menuduh mereka yang kaku.
[Rosyid]:
Dari saya pribadi tidak masalah dengan keyakinan mereka, saya masih
bergaul dengan baik kepada mereka, saya sering menjelaskan ke
orang-orang kampung (kadang di ngobrol bebas, atau ronda) bahwa mereka
tidak seperti yang orang bayangkan, tapi ya yang saya kadang menyesalkan
sikap mereka kok sepertinya pilih-pilih dalam bergaul, bahkan untuk
kegiatan sosial di masyarakat. Semoga mbak wheen bisa memberikan
informasi yang tepat.
kalau saya sendiri secara pribadi untuk masalah sosial ataupun keagamaan
saya akan ikut selagi saya mampu dan bisa, karena ya kita hidup tidak
sendiri di masyarakat, kita hidup bersama-sama di masyarakat. tetangga
kita adalah saudara dekat kita. Untuk masalah ibadah memang saya suka
pilih-pilih, kalau ada tahlilan atau 40 harian ya nggak pernah ikut, dan
mereka tahu kalau saya memang tidak sejalan dengan mereka kalau masalah
yang begituan, tapi saya tetep menghormati mereka,
Bagi saya tetap jaga silaturahmi walaupun berbeda keyakinan, tidak perlu
kaku sekali dalam berdakwah, mungkin bisa menggunakan cara-cara yang
soft ketika berhadapan dengan masyarakat yang lebih majemuk.
> Demikian dari saya
>
>
>
>
> On 6/23/10, Farhan Nabil Hawary <cangkedong@yahoo.co.id> wrote:
>
--
Whe~en
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment