On 1/27/11, Nandang Sudrajat <aendangzr@yahoo.co.id> wrote:
>
> Rasionalitas dan Agama
>
>
>
>
>
>
>
> Setelah mengunjungi beberapa blog yang membicarakan hal-hal yang berat,
> tergelitiklah saya untuk ikut menyelipkan tema tersebut dalam blog ini. Saya
> tertarik karena setelah mampir, ada saya rasakan sedikit pencerahan dan
> pemahaman. Saya merasa mata saya yang agak jereng ini sedikit terbuka dan
> lebih jelas dalam melihat hidup, secara sosial, moral, dan juga ketuhanan.
> Tentunya terbukanya sedikit mata ini belumlah cukup untuk melihat seluruh
> dunia dan tetek bengek persoalan manusia. Juga pencariannya tentang
> kebenaran sejati yang tentunya hanya milik sang maha benar pencipta sekalian
> alam.
> Hasil lihat-lihat di http://islamsyiah.wordpress.com/, saya temukan tulisan
> menarik dari Muchtar Luthfi yang judul aslinya adalah 'Rasionalitas Syariat
> Islam". Namun saya tertarik pada bagian yang membahas tentang rasionalitas
> dan agama. Saya cukil dan rangkum sebagian, bagian yang hanya menarik bagi
> saya.
>
>
> Salah satu isu penting dalam diskursus Filsafat Agama adalah relasi agama
> dan rasio. Jika kita mengurut kronologi isu ini, akan kita dapati betapa
> peliknya para rohaniawan Kristen pada Abad Pertengahan dalam mempertahankan
> dogma-dogma agama yang banyak tidak sesuai dengan interpretasi akal dan ilmu
> pengetahuan[1]. Sehingga dari situ, muncullah beberapa pemikiran para
> intelektual yang ingin mengkritisi dogma-dogma tersebut, ataupun usaha-usaha
> meng-islah-kan ajaran agama dengan rasio. Tersusunlah apa yang disebut
> dengan "Teologi Baru" (new theology) sebagai satu usaha dalam rangka niatan
> tersebut.
> Isu relasi agama dan rasio pada akhirnya menyebabkan seorang kristian,
> Fulton J. Sheen, dalam karyanya "God and intelligence in Modern Philosophy",
> mengatakan: "Pengingkaran terhadap akal adalah pengingkaran terhadap Tuhan
> yang kesempurnaan-Nya tak terbatas, sebagaimana pengingkaran terhadap Tuhan
> yang kesempurnaan-Nya tak terbatas adalah pengingkaran terhadap akal; kedua
> hal tersebut tak mungkin terpisahkan". Reaksi para teolog dan pemuka
> rohaniawan Kristen -dalam mempertahankan keyakinan mereka menghadapi
> tantangan tersebut- cukup beragam. Saat itu muncullah tiga bentuk reaksi[2]:
> Dari sini kita tahu, bahwa dalam tradisi Kristen seakan argumen rasional
> lebih ditekankan dalam rangka pembelaan atas ajaran agama (apologetic).
> Dengan kata lain, rasio dipergunakan untuk mencari pembenaran, bukan untuk
> mencari kebenaran. Pada kalangan umat Islam pun sudah ada tantangan dalam
> upaya mengkompromikan agama dan rasio, yang terkadang digelindingkan oleh
> beberapa pemikir yang selalu kritis dalam memperlakukan teks-teks agama yang
> dianggap tidak sesuai dengan alam pikiran mereka.
> Islam sebagai agama pamungkas dan syariat terakhir yang diturunkan oleh
> Allah swt, serta Al-Quran sebagai kitab suci terakhir dituntut mampu dalam
> menjawab semua tantangan yang ada. Adakah ajaran Islam selaras dengan apa
> yang diserukan oleh akal budi manusia? Apakah Islam dengan berbagai teks
> agama yang dimilikinya mampu menjawab semua tantangan rasionalitas
> pemikiran? Jika jawabannya negatif, niscaya Islam akan kehilangan
> predikatnya sebagai agama terakhir yang idealnya mampu menjawab tantangan
> segala zaman. Akan tetapi jika jawabannya positif, maka akan banyak sekali
> bermunculan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan
> tersebut sebagai konsekuensi dari jawaban positif tadi.
> Dari sekian banyak pertanyaan yang muncul dari isu tersebut ialah; apakah
> yang dimaksud dengan rasio? Adakah rasio bisa menjadi tolok ukur kebenaran
> ajaran agama? Bagaimana Islam menerima argumentasi rasional? Adakah ia
> sebatas sebagai apologetic sebagaimana yang digunakan dalam tradisi Kristen,
> atau memang sudah menjadi keseutuhan Islam? Sampai batas manakah rasio bisa
> menjadi dalil kebenaran? Bagaimanakah rasio manusia yang relatif ini bisa
> menjadi tolok ukur kebenaran? Bagaimana metode islah dan penyelarasan antara
> rasio dan agama? Bagaimana jika ternyata ketimpangan antara rasio dan teks
> agama? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul dari isu itu.
> Ada beberapa kesalahan fatal yang sering disalah pahami oleh sebagian kaum
> muslimin tentang peranan argumentasi rasio (baca:akal) dalam penetapan akan
> kebenaran hal-hal yang berkaitan dengan agama. Mereka beranggapan bahwa
> hanya melalui perantara al-Qur'an dan Hadis saja kebenaran ajaran agama
> Islam bisa ditetapkan oleh karenanya akal sama sekali tidak dapat dijadikan
> sumber hukum kebenaran satu ajaranpun. Mereka beranggapan bahwa hanya
> al-Qur'an satu-satunya kebenaran mutlak yang harus diterima tanpa riserve
> dalam arti kita tidak boleh mempertanyakan segala apa yang dimuat oleh
> al-Qur'an. Dengan mempertanyakan apapun yang tertera dalam al-Qur'an berarti
> kita –tanpa disadari- akan mempermasalahkan pula segala hal yang berkaitan
> dengan katauhidan, wahyu, keberadaan hari akhir ataupun risalah Ilahi secara
> umum.
> Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa akal sama sekali tidak
> memiliki peran dalam kebenaran ajaran agama Islam. Mereka-mereka yang
> beranggapan semacam itu berargumen dengan ayat yang berbunyi: "Dia tidak
> ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai"
> (Qs al-Ambiyaa':23), sehingga atas dasar ayat inilah kita dilarang untuk
> bertanya atas segala ketentuan Ilahi, sedang dalam ayat lain Allah
> berfirman: "menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah" (Qs al-An'am:57) yang
> berarti bahwa segala peraturan dan perintah milik Allah secara mutlak.
> Pelarangan secara mutlak segala jenis pertanyaan berkaitan dengan hal-hal
> yang tersembunyi dibalik ajaran agama akan mengakibatkan ke-jumud-an dan
> yang berakhir pada ketidak berkembangnya keilmuan umat akan agamanya
> sehingga agama hanya sekedar gudang ajaran yang bersifat dogmatis belaka.
> Jika hal itu terjadi sementara fitrah selalu ada gejolak untuk
> mempertanyakan sesuatu yang masih belum ia pahami maka agama beserta
> doktin-doktrinnya akan sekedar menjadi hiasan pada KTP belaka dan menjadi
> sekedar warisan nenek moyang, dan berakhir telah keluarnya agama dari tujuan
> aslinya yaitu menghantarkan kepada kemuliaan dunia-akhirat yang itu semua
> mustahil terwujud tanpa didukung dengan keilmuan. Selain itu peningkatan
> kualitas ibadah –yang ditekankan oleh Allah- tidak akan bisa terwujud,
> dikarenakan kualitas ibadah didasari keilmuan akan makna ibadah itu sendiri
> juga dipengaruhi oleh niat yang baik dimana niat yang baik harus dilandasi
> pula dengan pengetahuan,
> oleh karenanya jika pintu tanya-jawab ditutup maka ilmu yang masih belum
> didapat tidak akan pernah ia dapati sehingga kualitas ibadah yang baikpun
> tidak akan pernah bisa didapat.
>
> Disini saya temukan alasan keselarasan akal dan agama. Bahwa agama memang
> betul untuk orang-orang yang berakal. Justru alasan adanya agama adalah
> karena manusia memiliki akal dan kemampuan berpikir. Adanya pendapat
> sebagian orang tentang tidak layaknya akal digunakan untuk menilai ajaran
> agama adalah omong kosong. Pendapat bahwa agama lahir karena keterbatasan
> akal, ketidakmampuan akal dalam menjelaskan segala sesuatu yang terjadi
> disekitar manuisa, lantas manusia lari dan mencari jawabannya dalam agama,
> adalah keliru. Perlu dibedakan antara agama dan kepercayaan.
> Ini pandangan saya saat ini. Saat ini lho..!! karena tidak menutup
> kemungkinan suatu saat kebenaran saya berubah. Pembelajaran dan perjalanan
> menuju kebenaran toh tidak mengenal kata berhenti. Kebenaran sejati yang
> hanya milik Tuhan. Pencarian kebenaran itu sendiri pada akhirnya bermuara
> pada pencarian menuju Tuhan. Dan pencarian itu diawali dengan hadirnya
> pertanyaan-pertanyaan dari berpikir melalui akal. Mari berpikir dan
> bertanya. Tanya dan tanya..!!!
> Malu bertanya sesat di jalan..
>
>
> "Science without religion is lame, religion without science is blind"; Ilmu
> pengetahuan tanpa agama niscaya lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan akan
> buta. (Albert Einstein)
>
> http://wahyuriyadi.blogspot.com/2008/04/rasionalitas-dan-agama.html
>
>
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
> berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment