Thursday, October 20, 2011

[Milis_Iqra] Hukum memelihara anjing

Hukum memelihara anjing

Oleh Armansyah

Beberapa waktu lalu, terjadi dialog atau perdebatan yang cukup panjang melalui wall saya di www.facebook.com/armansyah menyangkut hukum memelihara anjing bagi umat Islam. Saya pribadi, sebagai seorang muslim, tidak melihat adanya larangan yang kaku dalam hal memelihara anjing ini ditinjau dari sudut syariat Islam (baca: nash al-Qur'an maupun as-Sunnah).

Posisi saya dalam beragama, seperti yang kerap saya jelaskan dalam banyak kesempatan, adalah netral. Tidak pada posisi memihak A, B, C dan seterusnya. Baik dalam pengertian madzhab, sekte atau aliran maupun hal-hal lain yang bersifat saling bersisian antara satu dengan lainnya. Termasuk didalamnya Madzhab Imamiyah-Hanafi-Hambali-Syafe'i atau Maliki. Sunni, Syi'ah, Muktazilah, Khawarij dan seterusnya.

Bagi saya, Islam ini adalah satu.
Tidak ada kewajiban untuk memilih satu madzhab tertentu atau aliran tertentu!
Kerap saya menanyakan hal ini pada teman-teman yang cenderung untuk berpaham x atau y : tolong sebutkan pada saya satu saja nash didalam al-Qur'an yang memperbolehkan kita memecah belah agama kita yang sebagai turunannya adalah terjadinya pemihakan dan berhadapannya kubu-kubu keyakinan tertentu yang tidak jarang berakhir pada saling kafir mengkafirkan dan sesat menyesatkan.

Mereka semua menggelengkan kepala pertanda ayat atau nash yang saya minta tidak tersedia … Bad Command or file name, kira-kira begitu istilah didalam Command Prompt DOS sewaktu saya masih belajar komputer awal 90-an dulu ketika sebuah perintah sembarang diketikkan dilayarnya. Begitulah refleksi kita beragama, kita harus ikut panduannya, lihat manual book yang sudah disediakan untuk kita dalam ber-Islam.

Jikapun kita ingin memegang suatu pemahaman dalam madzhab-madzhab tertentu secara ekslusive maka berpikirlah secara kritis, universal dan out of the box. Ada lagi istilah populer lainnya : Beyond the limit atau menembus batas. Sebab selama kita tidak bisa melakukannya maka kita akan terkungkung dalam tradisi, taklid maupun pembenaran semu yang berkutat disatu wilayah saja, ibarat pepatah mengatakan : katak dalam tempurung. Merasa sudah benar melihat langit didalam kelapanya padahal begitu ia melompat keluar dari kelapa tersebut masih ada langit lain yang lebih luas dan megah.

Sudah lumrah bahwa umumnya semua dari kita sering bertindak terlalu apatis terhadap kebenaran yang diungkapkan oleh orang lain, terlebih jika orang tersebut memiliki cara pandang yang berseberangan dengan apa yang kita yakini kebenarannya. Padahal belum tentu semua yang ada dalam pemikiran orang tersebut salah dan sebaliknya belum tentu juga setiap pikir dan tindakan kita bernilai benar; bisa saja kita bersikap konsisten terhadap nilai-nilai yang kita anut sehingga kita menyebutnya sebagai sebuah kebenaran namun bukan tidak mungkin konsistensi kita tadi hanya ilusi dimana pikiran kita sesungguhnya berjalan sesuai pola logika yang bisa bergeser dan menyimpang. Artinya pikiran ataupun asumsi kita memang tidak menyimpang kalau kita bandingkan dengan standar kita sendiri. Padahal standar kita dibentuk oleh pikiran kita. Jadi, pikiran kita faktanya ternyata hanya tidak menyimpang dari pikiran kita sendiri.

Paradigma, mindset, logika, dan bahkan soal jumlah atau banyak sedikitnya sesuatu itu diamini oleh masyarakat pada hakekatnya sangatlah subyektif dan sama sekali tidak mencerminkan kebenaran yang ada pada sesuatu itu sendiri. Paradigma bisa dibentuk dan dipengaruhi, logika juga bisa diarahkan, jumlah yang banyak juga bukan standar untuk menjustifikasi sesuatu itu benar atau tidak.

Madzhab didalam beragama, sesuai namanya hanyalah tool, alat, jalan, metode untuk memahami Ad-Dien. Sebelum jaman imam-imam madzhab hidup, Islam berdiri tegak tanpa madzhab ini dan itu seperti sesudahnya.  Umat ternyata bisa eksis walau tanpa bermadzhab Syafie, Hanafi, Ja'fari, Hambali atau Maliki. Jadi konsep tanpa madzhab didalam Islam juga sudah lebih dulu eksis jauh sebelum eksistensi madzhab itu sendiri. Pada waktu ada sejumlah muslim memegang ulang konsep tersebut dijaman sekarang, maka ini bukan hal baru yg sebenarnya penting-penting amat untuk diperdebatkan.

Islam begitu indah dan penuh fitrah,. Tetapi sayang, tidak semua kita bisa melihat kemudahan, keindahan dan kefitrahan tersebut. Selalu mempersulit dan memperumit, padahal nash secara Qur'aniah dan al-Hadist sudah sedemikian terang dan jelasnya. Saya open minded person, saya selalu berpikir out of the box, saya tidak ambil pusing apakah pendapat saya menyetujui Imam anu atau imam ini. Islam tidak pernah memiliki madzhabnya. Islam cuma punya tawaran kebenaran yang universal.

Islam selalu berhujjah dengan nash dan argumentasi yang kuat sehingga logika maupun paradigma yang mestinya terwujud juga adalah paradigma yang sehat, kuat dan universal. Jadi selama kebenaran itu ada pada apa saja, siapa saja, madzhab mana saja maka layak untuk diambil. Ini baru namanya berpikir terbuka dan out of the box, tidak parsial dan memihak. Intinya lagi tugas kita : Athii'uu allaaha warasuulahu. Ikuti Allah dan Rasul-Nya. Jadi apa yang sudah menjadi ketetapan Allah dan Rasul maka itulah yang mesti kita ikuti.

Sahabat semua, didalam salah satu posting di facebook, saya pernah menulis bahwa saya punya satu jenis anjing penjaga dirumah yang kerap saya latih agar dia mengerti apa yang kita inginkan. Beranjak dari posting ringan tersebut banyak komentar dan bahkan katakanlah termasuk hujatan tertentu dialamatkan pada saya. Intinya secara umum mereka menyebutkan bahwa memelihara anjing didalam Islam itu haram dan berdosa. Malaikat tidak mau masuk rumah yang ada anjing didalamnya, pahala kita dikurangi satu qirath setiap hari. Anjing itu najis besar apalagi jika tersentuh oleh air liurnya, wajib (menurut kata-kata mereka) untuk bersuci dengan debu.

Tanpa mengurangi hormat saya pada mereka diatas, saya bantah setiap argumen mereka satu demi satu. Nash saya hadapi dengan nash juga. Argumen saya hadapi dengan argumen. Semua dalam rangka obyektifitas kita dalam bersyariat dan melepaskan belenggu taklid serta penutup mata kita selama ini terhadap hukum yang sesungguhnya soal urusan memelihara anjing bagi umat Islam.

Oleh karena itulah, sebelum memulai tulisan ini, saya mengajak anda merenungi ulang cara kita beragama selama ini, cara kita bermadzhab. Semoga refleksi dari tulisan pengantar itu bisa membuat anda (terutama yang kontra dengan saya) mau sejenak memikirkannya ulang sebelum memulai justifikasi tertentu terhadap tulisan ini. Jika perlu, silahkan diulangi membaca tulisan dalam posting ini secara perlahan dari awal sekali.

Hukum memelihara anjing didalam Islam, jawabnya adalah boleh.
Kebolehan ini dengan catatan-catatan tertentu sesuai dengan kriteria atau standar yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw sendiri :

مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا إِلَّا كَلْبًا ضَارِيًا لِصَيْدٍ أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

"Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk berburu atau anjing untuk menjaga binatang ternak, maka pahalanya akan berkurang dua qirath setiap harinya." (HR. Al-Bukhari no. 5059 dan Muslim no. 2940)

Dari Ibnu Umar, dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْكِلَابِ إِلَّا كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ كَلْبَ غَنَمٍ أَوْ مَاشِيَةٍ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan supaya membunuh anjing kecuali anjing untuk berburu atau anjing untuk menjaga kambing atau menjaga hewan ternak." (HR. Muslim no. 1571)

Dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَوْلَا أَنَّ الْكِلَابَ أُمَّةٌ مِنْ الْأُمَمِ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا فَاقْتُلُوا مِنْهَا الْأَسْوَدَ الْبَهِيمَ وَمَا مِنْ قَوْمٍ اتَّخَذُوا كَلْبًا إِلَّا كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ كَلْبَ حَرْثٍ إِلَّا نَقَصَ مِنْ أُجُورِهِمْ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

"Sekiranya anjing itu tidak termasuk dari sekelompok ummat dari ummat-ummat, niscaya aku akan perintahkan untuk membunuhnya. Oleh karena itu bunuhlah jenis anjing yang berwarna hitam pekat. Dan tidaklah suatu kaum memelihara anjing selain anjing penjaga ternak, atau anjing untuk berburu, atau anjing penjaga kebun, melainkan pahalanya akan berkurang dua qirath setiap harinya." (HR. At-Tirmizi no. 1486, An-Nasai no. 4280, Ibnu Majah no. 3196, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 5321)

Juga dari Ibnu Mughaffal, dia berkata:
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَتْلِ الْكِلَابِ ثُمَّ قَالَ مَا بَالُهُمْ وَبَالُ الْكِلَابِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي كَلْبِ الصَّيْدِ وَكَلْبِ الْغَنَمِ وَقَالَ إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِي التُّرَابِ

"Rasulullah memerintahkan membunuh anjing, kemudian beliau bersabda: "Ada (hubungan) apa antara mereka dengan anjing?" Kemudian beliau memberikan keringanan pada anjing pemburu dananjing (penjaga) kambing (untuk tidak dibunuh) seraya bersabda: "Apabila seekor anjing menjilat pada suatu wadah, maka kalian cucilah dia tujuh kali, dan campurkan dengan tanah pada pencucian yang kedelapan." (HR. Muslim no. 280)

Kita ambil dulu poin hadis-hadis itu dipembahasan kita ini, yaitu anjing yang dipelihara untuk tujuan berburu maupun menjaga hukumnya BOLEH dipelihara. Jadi hukum ini dipegang dulu sebagai dasar argumentasi kita berikutnya.

Ada pendapat dari salah satu ulama di Arab yang menyatakan terlarangnya anjing untuk menjaga rumah, karena menurut beliau salah satunya, jaman sekarang orang sudah bisa menggaji satpam untuk menggantikan posisi anjing penjaga.

Tanpa mengurangi hormat saya kepada sang ulama, tapi rasanya perlu juga kita ingatkan bahwa tugas anjing penjaga dalam konteks hadis tersebut memang untuk menjaga ternak dan tanaman. Sekarang apakah sifat dari ternak dan tanaman itu sendiri ? Harta.

Jadi anjing penjaga, sebenarnya boleh saja dipelihara untuk keperluan menjaga harta kita. Termasuk rumah dan keluarga secara umum. Mungkin akan ada sanggahan bahwa argumentasi ini tidak cukup kuat pak Arman, karena jelas disebut tanaman dan hewan ternak. Baiklah kalau begitu bagaimana dengan nash al-Qur'an yang berbicara tentang kisah ash-Habul Kahfi ? Disana siapa yang dijaga sama sang anjing ? hewan ternak manakah ? tanaman manakah yang ia jaga dalam cerita itu ?

Watahsabuhum ayqathanwahum ruqoodun wanuqallibuhum thata alyameeni wathataashshimali wakalbuhum basitun thiraAAayhibilwaseedi lawi ittalaAAta AAalayhimlawallayta minhum firaran walamuli'ta minhum ruaaba  |

Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka. (QS. al-Kahfi [ 18] :18)

Sayaqooloona thalathatun rabiAAuhumkalbuhum wayaqooloona khamsatun sadisuhum kalbuhum rajmanbilghaybi wayaqooloona sabAAatun wathaminuhumkalbuhum qul rabbee aAAlamu biAAiddatihim ma yaAAlamuhumilla qaleelun fala tumari feehim illamiraan thahiran wala tastaftifeehim minhum ahada |

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan:"(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan:"(jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah:"Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan ) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. (QS. al-Kahfi [ 18] :22)

Dari nash al-Qur'an tentang ashabul Kahfi, jelas bahwa yang dijaga adalah para pemuda syurga tersebut, bukan hewan ternak atau tanaman sawah ladang manapun. Sementara kita tahu nash ini tidak pernah dibatalkan oleh Rasulullah atau oleh Allah sendiri dalam nash lainnya. Kitapun mahfum jika al-Qur'an merupakan firman Allah yang menjadi panduan, pedoman serta acuan kita dalam beragama.

Sekarang jika al-Qur'an secara tegas menceritakan bahwa anjing boleh dipelihara untuk menjadi penjaga manusia, maka nash atau argumen apa lagi yang hendak dibantah setelah jelas dipentangkan nash dari al-Qur'an diatas ?

Hatha basa-iru linnasiwahudan warahmatun liqawmin yooqinoon |al-Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (QS. al-Jaatsiyah [45]:20)

wayubayyinu aayaatihi lilnnaasi la'allahum yatadzakkaruuna | Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.  (QS. Al-Baqarah [2]: 221)

haadzaa bayaanun lilnnaasi wahudan wamaw'izhatun lilmuttaqiina | (Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran [3]:138)

Jadi sekali lagi saya ulangi dengan penekanan kuat : anjing penjaga, sebenarnya boleh saja dipelihara didalam Islam untuk keperluan menjaga harta kita. Termasuk rumah dan keluarga secara umum. Argumentasi yang kita pegang kuat, nash al-Qur'an dan as-Sunnah, sesuai standar yang berlaku didunia Islam secara umum.

Tetapi pak Arman, bagaimana dengan nash yang menyebutkan bila malaikat tidak berkenan masuk rumah yang ada anjingnya ? Baiklah saya jawab, tapi eit, wait. Saya koreksi sebentar pertanyaannya. Didalam nash yang dimaksud bukan menyebutkan rumah yang ada anjingnya tetapi rumah yang didalamnya (artinya didalam rumah itu) ada anjingnya.

Untuk lebih jelas dan jujurnya, mari kita lihat dulu teks nash yang dimaksud :

Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu 'anha mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengadakan perjanjian dengan Jibril bahwa Jibril akan datang. Ketika waktu pertemuan itu tiba, ternyata Jibril tidak datang. Sambil melepaskan tongkat yang dipegangnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Allah tidak mungkin mengingkari janjinya, tetapi mengapa Jibril belum datang ?" Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menoleh, ternyata beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur. "Kapan anjing ini masuk ?" tanya beliau. Aku (Aisyah) menyahut : "Entahlah". Setelah anjing itu dikeluarkan, masuklah malaikat Jibril. "Mengapa engkau terlambat ? tanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jibril. Jibril menjawab: "Karena tadi di rumahmu ada anjing. Ketahuilah, kami tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)" [Hadits Riwayat Muslim No. 5246, 3/1664 dan 2014].

Riwayat lain …

Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jibril datang menemuiku beliau berkata: 'Sesungguhnya aku semalam mendatangimu namun tidak ada yg mencegahku utk masuk ke rumah yg engkau berada di dalamnya melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki dan di dalam rumah itu ada qiram bergambar yg digunakan sebagai penutup di samping itu pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah kepada seseorang agar kepala patung yg ada di pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya seperti pohon perintahkan pula agar kain penutup itu dipotong-potong untuk dijadikan dua bantal yg bisa dibuat pijakan dan juga perintahkan agar anjing itu dikeluarkan'." Rasulullah pun melaksanakan instruksi Jibril tersebut. {HR. At-Tirmidzi no. 2806 kitab Al-Libas 'an Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bab Ma Ja`a Annal Malaikah la Tadkhulu Baitan fihi Shurah wa la Kalb dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih 4/319}Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: "Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala. Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup."Riwayat mauquf ini dibawakan Al-Baihaqi rahimahullahu dalam Sunan-nya dan isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma kata Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya) : " Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing, juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)" [Hadits sahih ditakhrij oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah yang semuanya dari Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu. Lihat Shahihul-Jami' No. 7262]

Rasulullah bersabda (yang artinya) : " Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing" [Hadits sahih ditakhrij oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu. Lihat pula Shahihul Jami' No. 1962]

Rasulullah bersabda (yang artinya) : " Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)" [Hadits sahih ditakhrij oleh Ibnu Majah dan lihat Shahihul Jami' No. 1961]

Nah, dari nash diatas, jikapun memang katakanlah kita menyatakannya shahih sesuai kesepakatan yang ada dikelompok Ahlussunnah, maka nash ini tidak membatalkan nash-nash bolehnya memelihara anjing dengan tujuan penjaga dan pemburu sebelumnya. Hadis ini cuma menyebutkan agar anjing tidak dibawa masuk kedalam rumah. Jadi, jika kita memang mau memelihara anjing dengan tujuan seperti yang sudah dibahas diatas, silahkan saja, but, let them stay out side of your house.

Oke pak Arman, I understood but, bagaimana dengan liur anjingnya ? menurut sebagian paham, air liurnya najis pak, bahkan ada penyakit. Jadi repot dong pak setiap kena liur anjing mesti dicuci sama tanah atau debu.

Hm. saya jawab, tidak juga kok. Karena nash yang menyatakan air liur anjing itu najis besar sehingga setiap kali kita terkena atau bersentuhan dengan liur anjing wajib dibersihkan dengan tanah, justru tidak pernah ada !

Ya saya ulangi lagi biar clear, nash yang menyatakan air liur anjing itu najis besar sehingga setiap kali kita terkena atau bersentuhan dengan liur anjing wajib dibersihkan dengan tanah, justru tidak pernah ada, baik nash itu berasal dari dalam al-Qur'an sendiri ataupun hadis-hadis Nabi. Semua pernyataan atau klaim mengenai kenajisan besar air liur anjing hanya berasal dari sebagian ulama saja dan bukan berasal dari nash.

Tapi pak, khan ada Hadisnya loh, kok bapak bilang tidak ada sih ? Hayo, pak Arman bohong khan …? hmmm, Demi Allah saya tidak bohong kok, waduh yang bener sajalah, masak dakwah agama pake bo-ong bo-ongan segala, dosa donk. Ayo kita lihat nih konteks hadisnya bicara seperti apa dulu :

"Apabila seekor anjing menjilat pada suatu wadah, maka kalian cucilah dia tujuh kali, dan campurkan dengan tanah pada pencucian yang kedelapan." (HR. Muslim no. 280)

"Sucinya bejana kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali, salah satunya dengan tanah"  (HR Muslim no. 420 dan Ahmad 2/427)

Tuh, hadistnya bicara soal anjing yang menjilat bejana kok, bukan bicara soal anjing yang menjilat kita, tersentuh kulit kita. Loh pak, khan sama pak, jika bejana saja harus disucikan sama debu, apalagi kalau kena tubuh dan kulit kita.

Baiklah, sekarang saya ajak anda berargumen dulu ya. Pada waktu saya bilang soal anjing penjaga harta dibagian atas tulisan ini, ada kesan jika saya mengambil kiasan dari teks hadis yang menyebutkan anjing untuk menjaga tanaman dan hewan ternak. Ingat khan ? Tapi wait, saya tidak sebatas mengkiaskan loh, saya juga punya rujukan jelas yang tidak terbantahkan, yaitu kisah ash-Habul Kahfi. Coba tengok lagi argumen saya tersebut. Nah jika sekarang jilatan pada bejana ini mau dikiaskan dengan jilatan pada tubuh kita sehingga harus juga dicuci pake debu atau tanah, saya jawab tidak bisa.

Kenapa tidak bisa ? karena tidak ada nash yang memperkuat terjadinya Qiyas tersebut sebagaimana saya melakukannya. Kira-kira nih, apa Nabi Saw tidak tahu kalau manusia bisa saja terkena jilatan anjing ? Jika Nabi Saw memang menganggap jilatan anjing atau air liur anjing itu najis besar dan harus dicuci atau dibersihkan dengan debu, pasti Nabi akan mengatakannya dengan tegas sebagaimana beliau Saw menyatakan tegasnya soal bejana atau soal anjing yang masuk kedalam rumah.

Jika Nabi tidak mengeluarkan fatwa najis besarnya liur anjing atau jilatan anjing pada diri manusia, maka artinya hukum jilatan anjing tidak bisa dipaksakan untuk mensucikannya dengan debu sebagaimana jilatannya pada bejana. Tidak mungkin sekali lagi saya katakan, Nabi Muhammad Saw tidak tahu kalau manusia bisa saja terkena jilatan anjing, lah dijaman beliau hidup saja pernah ada anjing masuk kedalam rumahnya … artinya khan bisa saja anjing itu menjilat pakaian atau tubuh seseorang. Tapi nyatanya tidak pernah ada fatwa yang demikian dari Rasulullah Saw.

So, ya najisnya liur anjing itu cuci saja sama air biasa dan tidak harus menggunakan debu atau tanah. Sebab memang tidak ada perintahnya seperti itu secara nash atau syariat. Ingat loh, membuat sesuatu aturan hukum agama yang tidak pernah ada perintahnya didalam agama itu sendiri, disebut Bid'ah ! Dan pelaku Bid'ah adalah neraka … itu Nabi sendiri loh yang bilang, bukan saya.

Jika anda penasaran, silahkan buka kitab tarikh atau hadis mana saja dari perawi manapun, bantu saya mencari keterangan cara berthaharah atau bersuci akibat jilatan anjing pada manusia. Sekali lagi yang saya minta nash yang bersumber pada Allah dan Rasul-Nya. Jika ada, detik itu juga saya akan merevisi tulisan ini dan saya akan Sami'na Wa-atho'na. Tapi jika itu bersumber dari pendapat madzhab, maka tidak harus menjadi pegangan bersama. Sebab kalau memang kita ingin bicara soal madzhab, lihat pendapat Imam Malik soal air liur anjing, beliau malah menyatakannya suci. Apa kira-kira anda meragukan kapasitas keilmuan agama dari Imam Malik ?

Tetapi pak konon kabarnya secara medis, air liur anjing itu kotor dan berpenyakit pak, jadi khan masuk akal kalau dinajis besarkan oleh beberapa madzhab diluar Imam Malik ? Hmmm. sebenarnya tidak juga. Jika kita ingin mengacu pada hasil medis, saya juga punya data sebaliknya. Bahwa air liur anjing justru berfungsi sebagai anti biotik ! Nah loh, gak percaya khan ? oke, coba saja anda meluncur  kealamat ini : http://www.puppies-and-big-dogs.com/Amazing-Healing-Power-Of-Dog-Saliva.html atau ini http://www.dogguide.net/blog/2008/02/licking-wounds/ berikut saya kutipkan dari situs yang pertama :

For centuries people have noticed that dogs always lick their wounds when they get injured. Although the following idea may not appeal to you, research has shown that a dogs' licking can be good for people too! Many of the bacteria in the mouth of a dog are species specific, so it won't harm its owner.

If this is the case, then why didn't your dog get sick? The answer goes back to the properties contained in your dog's saliva. Everything that a dog ingests into his system will come through his nose and his mouth. And because of the antibacterial effect that his saliva has on incoming foreign bodies, these germs are literally wiped away before they can enter into his system.

Dan ini saya kutipkan dari situs yang ke-2 :

It's true that dog saliva has antibiotic properties. Specifically, dog saliva contains lysozyme, an enzyme that lyses and destroys harmful bacteria. This means the enzyme attaches to the bacterial cell wall – particularly gram-positive bacteria – and weakens it, leading to rupture.

Jadi sekarang bagaimana menurut anda ?

O.iya, hampir lupa. Mungkin anda juga belum tahu kalau didalam al-Qur'an, justru bekas gigitan anjing pemburu, boleh kita makan. Nah loh, masak iya sih ? Lah iya-lah, masak iya-iya donk. Oke, mari kita ke TKP :

yas-aluunaka maatsaa uhilla lahum qul uhilla lakumu alththhayyibaatu wamaa 'allamtum mina aljawaarihi mukallibiina tu'allimuunahunna mimmaa 'allamakumu allaahu fakuluu mimmaa amsakna 'alaykum waudzkuruu isma allaahi 'alayhi waittaquu allaaha inna allaaha sarii'u alhisaabi

Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.  (QS. Al-Maaidah [5] : 4)

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (al-Imam Abul Fida Isma'il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi), — yang saya jadikan rujukan dan pegangan saya disini adalah Tafsir Ibnu Kasir Juz 6 : An-Nisa 148 s.d. Al-Maidah 82 terjemahan Bahrun Abu Bakar, L.C, terbitan Sinar Baru Algensindo Bandung mulai dari hal 222, yaitu pembahasan seputar ayat 4 dari surah al-Maaidah ini secara panjang lebar dijelaskan dan dipaparkan mengenai hal ini. Saya ringkas saja hal-hal yang ada dalam penjelasan itu (untuk detilnya ya silahkan beli buku ini tentunya atau cari versi ebooknya di Internet jika ada) :

Berdasar riwayat Ibnu Abu Hatim dari Khaisamah, Tawus, Mujahid, Makhul dan Yahya ibnu Kasir bahwa hewan-hewan yang dimaksud pada ayat tersebut adalah anjing-anjing pemburu yang telah dilatih, dan burung elang serta pemangsa lainnya yang telah dilatih untuk berburu.

Adapun asbabun nuzul atau sebab dan latar belakang turunnya ayat ke-4 dari surah al-Maaidah ini disebutkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim dari Hajjaj ibnu Hamzah, dari Zaid ibnu Habbab dari Yunus ibnu Ubaidah dari Aban ibnu Saleh dari al-Qa'qa ibnu Hakim dari Salma Ummu Rafi' dari Abu Rafi' maula Rasulullah Saw, beliau Saw bersabda : Apabila seseorang lelaki melepaskan anjingnya lalu ia mengucapkan tasmiyah (Bismillah) dan anjing itu menangkap buruan untuknya, maka hendaklah ia memakannya selagi anjing itu tidak memakannya.

Dari keterangan singkat yang saya nukilkan dari kitab Tafsir Ibnu Katsir diatas, secara jelas Allah dan Rasul-Nya mengatakan bahwa hewan buruan yang diburu atau digigit oleh anjing kita yang sudah dilatih dan dilepas dengan asma Allah, halal hasilnya untuk dikonsumsi (jika penasaran dan anda masih menyimpan prasangka saya berdusta atau menyembunyikan sesuatu berkait ayat ini dengan tafsir Ibnu Katsir tersebut, silahkan buktikan sendiri dalam buku tersebut sehingga jelas apakah saya obyektif atau tidak, jujur atau tidak).

Artinya, jika memang air liur anjing itu najis besar, maka tidak mungkin Allah menghalalkan daging buruan anjing tersebut untuk dimakan manusia. Sebab ketika seekor anjing sudah menggigit mangsanya maka pada saat itu pasti air liurnya jatuh membasahi mangsa itu sendiri. Tetapi sekali lagi saya sampaikan bahwa saya sudah mencari dibanyak kitab tarikh maupun hadis, tetapi belum ketemu satupun nash yang menyatakan bahwa apabila kita terkena liur anjing, wajib dicuci dengan debu, termasuk saat menyentuh makanan yang telah digigit atau hasil buruan anjing yang telah dilatih tadi. Kesimpulan yang bisa diambil :

1. Air liur anjing bukan najis yang terlalu spesial, jikapun tidak ingin mengikuti pendapatnya Imam Malik yang menyatakan bahwa air liur anjing itu suci, maka setidaknya ia sama seperti najis-najis lainnya. Cara membersihkannya, karena tidak ada petunjuk khusus dari sisi syariat, maka sama seperti kita membersihkan najis lain kebanyakan. Kecuali ia sudah minum atau menjilat dibejana kita (jika ini yang terjadi maka ya wajib membasuhnya 7x dengan air dan 1x dengan tanah).

2. Umat Islam, boleh memelihara anjing asalkan untuk keperluan penjagaan dan perburuan. Itupun tidak boleh berada didalam rumah.

3. Bekas gigitan anjing yang sudah dilatih, boleh dimakan.

Islam begitu indah dan penuh fitrah,. Tetapi sayang, tidak semua kita bisa melihat kemudahan, keindahan dan kefitrahan tersebut. Selalu mempersulit dan memperumit, padahal nash secara al-Qur'aniah dan al-Hadist sudah sedemikian terang dan jelasnya. Saya adalah orang yang open minded person, saya selalu berpikir out of the box, beyond the limit. Akhirnya ya saya tidak ambil pusing apakah pendapat saya menyetujui Imam anu atau imam ini. Islam seperti yang saya katakan, tidak pernah memiliki madzhabnya. Islam cuma punya tawaran kebenaran yang universal.

Islam selalu berhujjah dengan nash dan argumentasi yang kuat. Jadi selama kebenaran itu ada pada apa saja, siapa saja, madzhab mana saja maka layak untuk diambil. Ini baru namanya berpikir terbuka dan out of the box, tidak parsial dan memihak. Kasus liur anjing, itu jika ada satu saja ayat lain didalam al-Qur'an yang bisa memperjelas maksud dari surah al-Maaidah ayat 4, maka mungkin tidak akan sekomplikated itu pemikiran sebagian umat Islam yang berkeras mengharamkan atau "menajis besarkan"-nya.

Justru, tidak adanya larangan mengenai air liur anjing yang membasahi makanan yang ia gigit untuk kita makan, juga tidak adanya ayat lain maupun hadis dari Rasul yang berkenaan seputar thaharah khusus apabila terkena air liur tersebut pada tubuh manusia, maka kita tidak bisa membuat aturan hukum baru didalam agama.

Banyaknya pendapat tentang haramnya punya anjing bagi umat Islam, najis besarnya liur anjing sehingga harus bersuci dengan debu, pada dasarnya hanyalah soal populeritas berita saja. Padahal berita tidak selamanya berfungsi selaku mirror of reality. Kalangan kritikus menilai berita adalah hasil dari pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang melibatkan pandangan dan ideologi media massa (tempat berita itu disiarkan) dan jurnalis sendiri (bisa juru dakwah, imam madzhab, ulama dan semacamnya). Realitas bukanlah satu set fakta yang dapat dilihat secara sederhana, tetapi hasil dari ideologi maupun pandangan tertentu. Definisi mengenai realitas diproduksi secara terus-menerus melalui praktik bahasa yang selalu bermakna sebagai bentuk memilah dan memilih apa saja yang harus ditampilkan sebagai sebuah respresentasi.

Jadi … ya sampai disinilah tulisan ini.
Semua kebenaran sejati adalah miliknya Allah.

Saya tutup tulisan ini dengan sebuah kalimat arif :

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Man Araadaddun-yaa fa'alayhi bil 'ilmi, waman araadal akhirata fa'alayhi bil'ilmi. Waman araadahumaa fa'alayhi bil'ilmi.

Barangsiapa yang menghendaki dunia, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki dunia akherat, maka hendaknya dia berilmu.

Palembang, 20 Oktober 2011




--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment