Friday, March 23, 2012

[Milis_Iqra] Keimanan Yang Tidak Membuahkan Hasil

Keimanan Yang Tidak Membuahkan Hasil

 

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)', serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (An-Nisa`: 150-151)

Penjelasan Makna Ayat


Ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala ini menjelaskan tentang keadaan sebuah kelompok yang berada di antara dua kelompok yang telah jelas kedudukan dan sikap mereka. Dua kelompok yang jelas tersebut adalah:

Pertama: kelompok yang mengimani segala hal yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Mereka adalah kaum mukminin.

Kedua: kelompok yang mengingkari seluruh apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Mereka adalah kaum kafir yang jelas kekufurannya.

Adapun kelompok yang ketiga adalah kelompok yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala pada ayat ini yaitu orang-orang yang mengimani sebagian rasul dan tidak mengimani sebagian lainnya serta menyangka bahwa ini merupakan jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun itu hanyalah angan-angan belaka, sebab mereka bermaksud memisahkan antara keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para rasul-Nya. Sebab barangsiapa yang bersikap loyal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala secara hakiki niscaya dia akan bersikap loyal kepada seluruh rasul-Nya sebagai wujud loyalitasnya yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan barangsiapa yang memusuhi salah seorang dari kalangan rasul-Nya maka sungguh dia telah memusuhi Allah 'Azza wa Jalla dan memusuhi seluruh rasul-Nya.

Sebagaimana firman-Nya:

"Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir." (Al-Baqarah: 98)

Demikian pula orang yang kufur terhadap seorang rasul, maka sungguh ia telah mengkufuri seluruh rasul termasuk terhadap rasul yang disangka telah diimaninya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan bahwa mereka ini adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya agar tidak menimbulkan persangkaan bahwa mereka berada di sebuah tingkatan antara keimanan dan kekafiran.

Dan sisi penyebab kafirnya mereka –meskipun terhadap sesuatu yang mereka menyangka beriman kepadanya- bahwa setiap dalil yang mengantarkan mereka menuju keimanan terhadap apa yang mereka imani juga terdapat yang semisalnya atau bahkan lebih daripada itu, terhadap nabi yang mereka ingkari. Demikian pula setiap syubhat yang mereka gunakan untuk meragukan kenabian seorang nabi yang mereka ingkari juga terdapat yang semisalnya atau bahkan lebih dari itu terhadap nabi yang mereka imani.

Sehingga tidak ada yang tinggal dari mereka melainkan syahwat dan mengikuti hawa nafsu serta sekedar pengakuan yang memungkinkan bagi yang lain untuk mendatangkan lawan yang semisalnya. Sehingga tatkala Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyifatkan bahwa mereka itu adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan hukuman yang meliputi mereka (orang-orang kafir) secara menyeluruh dengan firman-Nya "Dan Kami telah persiapkan bagi orang-orang kafir siksaan yang menghinakan", sebagaimana mereka yang bersikap sombong untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala maka Allah Subhanahu wa Ta'ala pun menghinakan mereka dengan siksaan yang sangat pedih dan menghinakan. (Tafsir As-Sa'di)

Qatadah rahimahullahu berkata dalam menjelaskan ayat ini:


"Mereka adalah musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kalangan Yahudi dan Nashara, Yahudi beriman kepada Taurat dan Musa, serta mengingkari Injil dan Nabi Isa. Kaum Nashara beriman kepada injil dan Isa, serta mengingkari Al-Qur`an dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka mereka lebih memilih jalan agama Yahudi dan Nashrani padahal keduanya merupakan agama bid'ah yang tidak berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala lalu meninggalkan Islam yang merupakan agama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dengannya Dia mengutus para rasul-Nya." (Tafsir Ath-Thabari)

Tidak Ada Kedudukan yang Ketiga antara Haq dan Batil


Ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mulia ini juga menerangkan bahwa tidak ada kedudukan di antara kekufuran dan keimanan. Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya membagi dua keadaan, adakalanya keimanan dan adakalanya kekufuran. Adapun yang disangka oleh mereka yang beriman terhadap sebagian apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menyangka bahwa hal tersebut bermanfaat bagi mereka, maka ayat ini membatalkan persangkaan mereka itu dan mendustakan apa yang selama ini mereka imani disebabkan karena seseorang tidak diperkenankan untuk memilih apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan kehendak hawa nafsu namun yang diinginkan adalah sikap istislam (berserah diri) dan inqiyad (tunduk) terhadap segala apa yang datang Allah Jalla wa 'Ala tanpa membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang orang-orang Yahudi:

"...Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (Al-Baqarah: 85)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan pula bahwa sikap beriman kepada sebagian isi kitab yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala lalu mengkufuri sebagian lainnya merupakan sikap yang mendatangkan kehinaan atas mereka dalam kehidupan dunia serta siksaan yang pedih dari Allah Subhanahu wa Ta'ala di akhirat. Dan tidaklah diringankan siksaan itu atas mereka, dan mereka dilaknat Allah Subhanahu wa Ta'ala disebabkan kekufuran mereka.

Ini semua menunjukkan bahwa mengingkari sebagian apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala berarti mengingkarinya secara menyeluruh. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (Yunus: 32)

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdi rahimahullahu berkata:


"Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama seluruhnya bahwa jika seseorang membenarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu perkara dan mendustakannya dalam perkara lain, maka dia kafir dan tidak tergolong ke dalam Islam. Demikian pula jika ia mengimani sebagian Al-Qur`an dan mengingkari sebagian yang lain seperti orang yang mengikrarkan kalimat tauhid dan mengingkari kewajiban shalat atau mengikrarkan tauhid dan shalat, dan mengingkari wajibnya zakat, atau meyakini semua itu, dan mengingkari wajibnya puasa, atau meyakini semua itu dan mengingkari wajibnya haji. Tatkala sebagian manusia di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tunduk terhadap perintah haji maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya tentang mereka:

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali 'Imran: 97) (lihat Kasyfus Syubhat, hal. 64, bersama Syarh Ibnu Utsaimin)

Hukum Mengingkari Sebagian Apa yang Diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala


Di antara faedah yang dapat kita petik dari ayat ini bahwa seorang muslim diharuskan untuk menerima seluruh apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, tanpa membedakan antara satu hukum dengan hukum yang lain. Sebab, barangsiapa mengingkari satu hukum di antara apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan dia mengetahui bahwa itu datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala maka sungguh dia telah kafir. Termasuk di antara mereka adalah orang yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atau mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan dia mengetahuinya. Seperti contoh perkataan seseorang: "Saya tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan zina tapi menurut saya bahwa zina itu boleh-boleh saja." Atau mengatakan: "Saya mengerti bahwa Islam mengharamkan korupsi tapi menurut saya korupsi itu hukumnya halal," atau yang semisalnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata:


"Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, sedangkan yang haram adalah apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Adapun agama adalah apa yang disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Tidak diperbolehkan bagi seseorang keluar dari sesuatu yang telah disyariatkan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu syariat yang wajib bagi setiap pemimpin untuk mengharuskan manusia mengamalkannya, yang wajib bagi para mujahidin untuk berjihad di atasnya, dan yang wajib atas setiap individu untuk mengikuti dan menolongnya." (Majmu' Al-Fatawa, 35/372)

Ishaq bin Rahuyah rahimahullahu berkata:


"Barangsiapa yang sampai kepadanya berita dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dia yakini keshahihannya lalu dia menolaknya tanpa taqiyyah, maka dia kafir." (Al-Ihkam, Ibnu Hazm, 1/89)

Ibnu Baththah rahimahullahu berkata pula:


"Kalau sekiranya ada seseorang yang mengimani semua yang datang dari para rasul kecuali satu perkara, maka penolakannya terhadap satu perkara tersebut menjadikannya kafir, menurut seluruh para ulama." (Al-Ibanah, hal. 211)

Ibnu Hazm rahimahullahu berkata:


"(Allah Subhanahu wa Ta'ala) tidak memperkenankan seorang muslim yang telah meyakini tauhid, untuk merujuk kepada selain Al-Qur`an dan berita dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak pula memperkenankannya untuk meninggalkan apa yang dia temukan pada keduanya (Al-Qur`an dan As-Sunnah, pen.). Jika dia melakukan itu setelah ditegakkan hujjah atasnya maka dia fasiq. Adapun yang melakukannya dengan keyakinan menganggap halal/boleh keluar dari keduanya dan mengharuskan taat kepada salah seorang dari selain keduanya maka dia kafir dan ragu (terhadap keduanya) menurut kami." Dan beliau berhujjah dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa`: 65) [Al-Ihkam, 1/89]

Beliau juga mengatakan:


"Mereka (para ulama sepakat) bahwa barangsiapa beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, dan setiap apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bawa dari apa yang dinukilkan dari beliau dengan penukilan secara mutawatir dan dia ragu tentang tauhid, perkara kenabian, atau terhadap Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau satu huruf dari apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bawa, atau satu syariat yang beliau bawa dari apa yang dinukilkan dari beliau secara mutawatir, maka barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari apa yang kami sebutkan atau ragu padanya dan mati dalam keadaan demikian maka dia kafir musyrik kekal dalam neraka selama-lamanya." (Maratib Al-Ijma', hal. 177)

Ibnu Abdil Barr rahimahullahu juga mengatakan:


"Mereka (para ulama, pen.) sepakat bahwa orang menganggap halal khamr perasan anggur yang memabukkan, adalah kafir karena menolak hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitab-Nya, dia murtad dan diminta bertaubat jika dia bertaubat dan mencabut perkataannya. Dan jika tidak, maka dihalalkan darahnya seperti orang-orang kafir lainnya." (At-Tamhid, 1/142-143)

Dan masih banyak lagi penukilan dari ulama salaf rahimahumullahu baik dari kalangan sahabat maupun setelah mereka yang menunjukkan bahwa hal ini sudah menjadi kesepakatan di antara mereka. Namun dalam permasalahan ini, hendaklah kita perhatikan dua hal berikut:

Pertama: tidak termasuk dalam kaidah tersebut di atas seseorang yang mengingkari sesuatu yang jelas terdapat di dalam agama ini namun pengingkarannya dikarenakan tidak mengetahui bahwa hal tersebut termasuk dalam agama[Namun demikian, tidak semua orang yang tidak tahu mendapatkan udzur. (ed)
] dan bukan disebabkan karena sikap menentang apa yang telah shahih dalam Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata:


"Para ulama tidak mengkafirkan orang yang menghalalkan sesuatu dari perkara-perkara yang diharamkan disebabkan karena dia baru masuk Islam atau dikarenakan dia tinggal jauh dari permukiman. Maka sesungguhnya menghukumi kafir tidak dilakukan kecuali setelah sampainya risalah (hujjah, pen.). Sedangkan kebanyakan dari mereka ini ada kemungkinan tidak sampai kepada mereka nash-nash yang menyelisihi pendapat mereka, dan dia tidak mengetahui bahwa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk itu." (Majmu' Fatawa, 28/501, lihat pula 11/407)

Kedua: ayat ini bukan pula dalil untuk membenarkan pemahaman kelompok Khawarij yang mengkafirkan setiap pelaku dosa besar dan mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan alasan bahwa orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah tentu dia menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang dengan itu berarti dia beriman kepada sebagian syariat dan mengkufuri sebagian lainnya, dan ini adalah kekafiran yang sebenar-benarnya.

Jawaban atas syubhat tersebut adalah sebagai berikut:


Perlu diketahui bahwa para pelaku maksiat, termasuk di dalamnya orang yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, memiliki kondisi yang berbeda satu sama lain. Di antara mereka ada yang melakukan kemaksiatan disebabkan karena kejahilannya bahwa perkara tersebut terlarang dalam Islam. Ada juga yang melakukannya disebabkan karena kelemahan iman dan mengikuti hawa nafsu dalam keadaan dia tetap meyakini bahwa hal tersebut dilarang oleh Islam.

Di antara mereka ada yang melakukan kemaksiatan disebabkan karena terpaksa melakukannya, dan berbagai macam kemungkinan lain yang menyebabkan seseorang terjatuh dalam kemaksiatan dan berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yang tentunya kemungkinan tersebut di atas menghalangi kita untuk serta merta menghukumi/memvonis seseorang telah kafir dan keluar dari Islam dengan hanya sekedar melakukan perkara haram tersebut, tanpa mengetahui apa yang melatarbelakangi perbuatannya. Adapun bila telah jelas dan meyakinkan bahwa ia melakukan kemaksiatan tersebut dengan keyakinan menghalalkannya, dalam keadaan dia mengetahui bahwa itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, maka dalam hal ini orang tersebut divonis sebagai kafir dan keluar dari Islam.

Abu 'Ubaid Al-Qasim bin Sallam berkata:


"Adapun atsar-atsar yang diriwayatkan di mana menyebutkan kekufuran dan kesyirikan serta kemaksiatan yang mengantarkan kepada keduanya maka maknanya menurut kami adalah tidak menetapkan kepada pelakunya kekufuran dan kesyirikan yang menghilangkan keimanan dari pelakunya itu. Namun sesungguhnya yang dimaksud bahwasanya ia termasuk di antara akhlak dan jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir dan musyrikin." (Kitab Al-Iman, Abu 'Ubaid Al-Qasim bin Sallam, hal. 86)

Wallahul muwaffiq.

Sumber: www.asysyariah.com

 

 

B. Tentang Kekafiran Dan Kemurtadan

 

Pertanyaan : Kapan terjadi kufur akbar atau kemurtadan (keluar dari Islam)? Apakah hal itu khusus terkait dengan keyakinan (i'tiqad) , penentangan, dan pendustaan saja atau lebih umum dari itu?

 

Syaikh –semoga Allah mengampuninya- berkata:

 

Bismillaahirrohmaanir rohiim. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Sholawat, salam, dan keberkahan dari Allah semoga tercurah kepada hamba Allah dan RasulNya, Nabi kita dan Imam, dan pemimpin kita, Muhammad bin Abdillah, dan kepada keluarga, Sahabat, serta orang-orang yang mengikutinya hingga (mendekati) hari kiamat. Amma ba'du :

 

Sesungguhnya kekafiran dan kemurtadan – wal-Iyaadzu billah- terjadi karena beberapa hal:

 

- Penentangan terhadap sesuatu yang sudah jelas dalam agama

- Melakukan perbuatan kufur

- Mengucapkan ucapan kufur

- Meninggalkan atau berpaling dari agama Allah Azza Wa Jalla

 

Bisa juga dalam bentuk kekufuran dalam keyakinan, seperti jika seseorang berkeyakinan bahwa Allah memiliki istri dan anak, atau berkeyakinan bahwa Allah memiliki sekutu dalam KekuasaanNya, atau berkeyakinan bahwa bersama Allah ada pihak lain yang mengatur segala sesuatu ini atau berkeyakinan bahwa ada pihak yang berserikat dengan Allah dalam Nama dan Sifat-SifatNya, atau berkeyakinan bahwa ada pihak lain yang berhak mendapatkan ibadah selain Allah, atau berkeyakinan adanya pihak lain yang bersekutu dalam Rububiyyah Allah. Maka orang yang demikian dikafirkan dengan keyakinan ini dengan kekafiran yang keluar dari Islam.

 

Kekufuran juga bisa berupa perbuatan, seperti seseorang yang bersujud kepada berhala, melakukan perbuatan sihir, atau melakukan perbuatan kesyirikan seperti berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah, bernadzar untuk selain Allah, atau thawaf di Baitullah sebagai bentuk taqorrub kepada selain Allah. Maka kekufuran juga bisa terjadi karena perbuatan sebagaimana pada ucapan.

 

Kekufuran dalam bentuk ucapan seperti seseorang yang mencela Allah atau mencela Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam atau mencela agama Islam atau mengejek Allah, KitabNya, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam atau agamanya. Allah berfirman kepada sekelompok orang dalam perang Tabuk yang mengejek Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam dan para Sahabatnya :

 

Katakanlah : Apakah kepada Allah, ayat-ayatNya, dan RasulNya kalian mengejek? Janganlah meminta maaf, kalian telah kafir setelah keimanan kalian (Q.S atTaubah:65-66)

 

(Dalam ayat ini) Allah menetapkan kekufuran bagi mereka setelah keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa kekufuran bisa terjadi dengan perbuatan, keyakinan, dan juga ucapan, sebagaimana disebutkan dalam ayat (di atas) karena mereka menjadi kafir dengan sebab ucapan.

 

Kekufuran bisa berupa penentangan. Penentangan dan keyakinan bisa merupakan satu kesatuan. Kadang pula diantara keduanya ada perbedaan. Bentuk penentangan misalkan: menentang perkara yang sudah sangat jelas dalam agama, seperti menentang Rububiyyah dan Uluhiyyah Allah, menentang bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak diibadahi, menentang salah satu Malaikat, Rasul, Kitab yang diturunkan, menentang akan dibangkitkannya makhluk, menentang Jannah, dan anNaar, pembalasan (dari Allah), Hisab (perhitungan pada hari kiamat), menentang wajibnya sholat, zakat, kewajiban haji, shaum (di bulan Ramadlan), kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturrahmi, dan hal-hal selainnya yang telah sangat jelas kewajibannya dalam agama secara dharuri. Selain itu, menentang pengharaman zina, riba, meminum khamr, durhaka kepada kedua orangtua, memutus silaturrahmi, pengharaman menyuap (risywah) , atau yang selainnya yang telah sangat jelas pengharamannya dalam agama.

 

Kekufuran juga bisa dalam bentuk berpaling dari agama Allah, meninggalkan, menolak agama Allah, seperti berpaling dari agama Allah, tidak mau mempelajarinya dan tidak mau beribadah kepada Allah. Maka ia dikafirkan dari sikap berpaling ini. Allah Ta'ala berfirman:

 

Dan orang-orang kafir berpaling dari peringatan (kepada mereka)(Q.S al-Ahqaaf:3)

 

Dan Allah Ta'ala berfirman :

 

Dan siapakah yang lebih dzhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang – orang yang berdosa (Q.S as-Sajdah:22)

 

Sehingga kekufuran bisa dalam bentuk keyakinan, penentangan, perbuatan, ucapan, maupun sikap berpaling, meninggalkan, dan menolak.

 

Barangsiapa yang dipaksa untuk mengucapkan ucapan kekufuran atau untuk berbuat kekufuran, maka orang tersebut mendapatkan udzur (tidak berdosa, pent) jika pemaksaan itu benar-benar keras (dalam keadaan genting). Contoh: Seseorang yang mampu untuk membunuhnya mengancam dengan ancaman bunuh atau meletakkan pedang di lehernya maka orang yang (dipaksa) demikian mendapatkan udzur jika ia melakukan kekufuran atau berkata dengan ucapan kekufuran, dengan syarat hatinya tetap tenang dalam keimanan. Adapun jika hatinya tenang dalam kekafiran, maka ia menjadi kufur sekalipun dalam kondisi terpaksa. Kita meminta keselamatan dan afiat kepada Allah.

 

Orang yang melakukan perbuatan kekafiran ada 5 keadaan:

 

Melakukan perbuatan kekafiran secara sungguh-sungguh, maka ini dikafirkan

Melakukan perbuatan kekafiran dengan bergurau, maka ini dikafirkan

Melakukan perbuatan kekafiran karena takut, maka ini dikafirkan

Melakukan perbuatan kafir dalam kondisi dipaksa dan hatinya tenang dalam kekafiran, maka ini dikafirkan

Melakukan perbuatan kekafiran dalam kondisi dipaksa sedangkan hatinya tenang dalam keimanan, maka orang semacam ini tidak dikafirkan berdasarkan firman Allah Ta'ala :

 

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (ia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar . Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat,, dan bahwasanya Allah tiada member petunjuk kepada kaum yang kafir (Q.S anNahl: 107-108)

 

(As-ilah wa Ajwibah fil Iman wal kufr – arRaajihi halaman 7)

 

Sumber: http://www.salafy.or.id/2011/12/19/fatwa-syaikh-ar-rajihi-tentang-kekafiran-dan-kemurtadan/

 

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment