HUKUM MENYIAPKAN MAKANAN PADA TANGGAL DUA PULUH TUJUH RAJAB, NISYFU SYA'BAN DAN HARI ASYURA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://www.almanhaj.or.id/content/1581/slash/0
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kami memiliki banyak
kebiasaan yang kami warisi (dari orang tua kami) dalam hal perayaan pada
waktu-waktu tertentu, seperti : membuat kue-kue dan biscuit ketika hari raya
Idul Fithri, menyiapkan makanan dan buah-buahan pada malam dua puluh tujuh
bulan Rajab atau pada malam pertengahan Sya'ban, serta beberapa jenis
makanan pada hari raya Asy-Syura. Apa hukumnya menurut syariat?
Jawaban
Menunjukkan kebahagian dan kesenangan pada hari raya Idul Fithri dan Idul
Adha tidak apa-apa bila masih dalam batas-batas syari'at. Misalnya
kedatangan orang-orang untuk makan-makan dan minum-minum atau yang
sejenisnya, berdasarkan dalil dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bahwasanya beliau bersabda.
"Artinya : Hari-hari Tasyrik adalah hari makan, minum dan dzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala".
Yaitu pada tiga hari setelah hari raya Idul Adha, yang pada saat itu manusia
menyembelih binatang dan memakan dagingnya serta menikmati rizki yang
diberikan oleh Allah. Demikian pula pada hari raya Idul Fithri, tidak
dilarang untuk menunjukkan kegembiraan dan kesenangan selama tidak melewati
batas yang ditetapkan syariat.
Adapun merayakan hari kedua puluh tujuh bulan Rajab atau malam pertengahan
bulan Sya'ban atau hari Asyura, perbuatan itu tidak ada dasarnya sama
sekali, bahkan terlarang. Bagi setiap muslim tidak wajib hukumnya untuk
menghadiri perayaan semacam itu apabila diundang. Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam telah bersabda.
Artinya : Hendaklah kalian menghindari perkara baru dalam agama, karena
setiap perkara baru dalam agama adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah
sesat.
Malam kedua puluh tujuh bulan Sya'ban dikira banyak orang sebagai malam di
mana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di mi'rajkan oleh Allah. Ini
semua tidak ada dasarnya menurut sejarah. Setiap yang tidak berdasar adalah
bathil, dan semua yang didasarkan kepada kebathilan adalah bathil. Meski
misalnya peristiwa itu terjadi pada malam dua puluh tujuh, maka tetap saja
tidak boleh bagi kita untuk menjadikannya sebagai perayaan atau bentuk
ibadah, karena hal itu tidak pernah ditetapkan oleh Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam maupun para sahabatnya, padahal mereka adalah manusia yang paling
gemar mengikuti sunnahnya dan melaksanakan syari'atnya. Bagaimana mungkin
diperbolehkan bagi kita untuk menetapkan apa yang tidak pernah ada pada
zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam maupun pada zaman sahabat ?
Demikian juga malam nisfu Sya'ban, tidak ada ketetapan dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam untuk merayakan atau mengagungkannya. Akan tetapi yang ada
adalah menghidupkannya dengan dzikir dan shalat, tidak dengan makan-makan,
bersuka cita atau merayakannya.
Sedangkan pada hari Asyura, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ditanya
tentang puasa pada hari itu, beliau mengatakan bahwa puasa pada hari itu
menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Tidak diperbolehkan pada hari
tersebut untuk mengadakan semacam perayaan atau menunjukkan kesedihan,
karena bersenang-senang maupun menunjukkan kesedihan pada hari ini
bertentangan dengan sunnah. Tidak ada riwayat dari Nabi selain untuk
mengerjakan puasa pada hari itu, juga diperintahkan untuk berpuasa sehari
sebelumnya atau setelahnya untuk menyelisihi apa yang dilaksanakan oleh
orang-orang Yahudi yang berpuasa pada hari itu saja.
[Fatawa Mar'ah 1/11]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan,
Penerjmah Ahmad Amin Syihab, Penerbit Darul Haq]
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://www.almanhaj.or.id/content/1581/slash/0
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kami memiliki banyak
kebiasaan yang kami warisi (dari orang tua kami) dalam hal perayaan pada
waktu-waktu tertentu, seperti : membuat kue-kue dan biscuit ketika hari raya
Idul Fithri, menyiapkan makanan dan buah-buahan pada malam dua puluh tujuh
bulan Rajab atau pada malam pertengahan Sya'ban, serta beberapa jenis
makanan pada hari raya Asy-Syura. Apa hukumnya menurut syariat?
Jawaban
Menunjukkan kebahagian dan kesenangan pada hari raya Idul Fithri dan Idul
Adha tidak apa-apa bila masih dalam batas-batas syari'at. Misalnya
kedatangan orang-orang untuk makan-makan dan minum-minum atau yang
sejenisnya, berdasarkan dalil dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bahwasanya beliau bersabda.
"Artinya : Hari-hari Tasyrik adalah hari makan, minum dan dzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala".
Yaitu pada tiga hari setelah hari raya Idul Adha, yang pada saat itu manusia
menyembelih binatang dan memakan dagingnya serta menikmati rizki yang
diberikan oleh Allah. Demikian pula pada hari raya Idul Fithri, tidak
dilarang untuk menunjukkan kegembiraan dan kesenangan selama tidak melewati
batas yang ditetapkan syariat.
Adapun merayakan hari kedua puluh tujuh bulan Rajab atau malam pertengahan
bulan Sya'ban atau hari Asyura, perbuatan itu tidak ada dasarnya sama
sekali, bahkan terlarang. Bagi setiap muslim tidak wajib hukumnya untuk
menghadiri perayaan semacam itu apabila diundang. Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam telah bersabda.
Artinya : Hendaklah kalian menghindari perkara baru dalam agama, karena
setiap perkara baru dalam agama adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah
sesat.
Malam kedua puluh tujuh bulan Sya'ban dikira banyak orang sebagai malam di
mana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di mi'rajkan oleh Allah. Ini
semua tidak ada dasarnya menurut sejarah. Setiap yang tidak berdasar adalah
bathil, dan semua yang didasarkan kepada kebathilan adalah bathil. Meski
misalnya peristiwa itu terjadi pada malam dua puluh tujuh, maka tetap saja
tidak boleh bagi kita untuk menjadikannya sebagai perayaan atau bentuk
ibadah, karena hal itu tidak pernah ditetapkan oleh Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam maupun para sahabatnya, padahal mereka adalah manusia yang paling
gemar mengikuti sunnahnya dan melaksanakan syari'atnya. Bagaimana mungkin
diperbolehkan bagi kita untuk menetapkan apa yang tidak pernah ada pada
zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam maupun pada zaman sahabat ?
Demikian juga malam nisfu Sya'ban, tidak ada ketetapan dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam untuk merayakan atau mengagungkannya. Akan tetapi yang ada
adalah menghidupkannya dengan dzikir dan shalat, tidak dengan makan-makan,
bersuka cita atau merayakannya.
Sedangkan pada hari Asyura, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ditanya
tentang puasa pada hari itu, beliau mengatakan bahwa puasa pada hari itu
menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Tidak diperbolehkan pada hari
tersebut untuk mengadakan semacam perayaan atau menunjukkan kesedihan,
karena bersenang-senang maupun menunjukkan kesedihan pada hari ini
bertentangan dengan sunnah. Tidak ada riwayat dari Nabi selain untuk
mengerjakan puasa pada hari itu, juga diperintahkan untuk berpuasa sehari
sebelumnya atau setelahnya untuk menyelisihi apa yang dilaksanakan oleh
orang-orang Yahudi yang berpuasa pada hari itu saja.
[Fatawa Mar'ah 1/11]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan,
Penerjmah Ahmad Amin Syihab, Penerbit Darul Haq]
[From: "wisnu pramadyo" <addowp@gmail.com>
Subject: Re: [assunnah] Tanya : Malam nisfu sya'ban]
Whe~en
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment