Wa’alaikumsalam warahmatullahi Wabarakatuh,
Sebagaimana saya juga pernah membahas sebelumnya hadist larangan debat memang dikhususkan untuk “Masalah Al-Qur’an”.
Lalu bagaimana sikap kita jika di sampaikan hadist tentang debat yang tidak ada hubungannya dengan Al Qur’an.. seperti contoh:
““Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam as-Shahihah [273] as-Syamilah)”
Kemudian jika hal-hal yang ada kaitannnya dengan Ilmu-ilmu al Qur’an BUKAN Al qur’annya, apakah di kategorikan dengan artikel yang dimaksud seperti di bawah…
Jazakallahu ahsanu jaza atas keteranggannya…..
From: milis_iqra@googlegroups.com [mailto:milis_iqra@googlegroups.com] On Behalf Of Sutarno Sutarno
Sent: Saturday, January 08, 2011 10:32 AM
To: milis_iqra@googlegroups.com
Subject: [Milis_Iqra] Larangan Berdebat, Jidal dan Bertengkar, Khususnya Dalam Masalah Al-Qur'an
Assalmualaikum,
Maaf mungkin ini ada tulisan cukup menarik untuk diri saya pribadi siapa tahu ada berguna untuk yang lain,.
Sumber : http://tomygnt.wordpress.com/2010/08/28/larangan-berdebat-jidal-dan-bertengkar-khususnya-dalam-masalah-al-qur%E2%80%99an/
Larangan Berdebat, Jidal dan Bertengkar, Khususnya Dalam Masalah Al-Qur’an
Posted on 28 Agustus 2010 by tomygnt
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali |
Tuesday, 17 June 2008 |
Allah SWT berfirman, “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (darimu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan,” (Al-Baqarah: 204-205). Allah SWT berfirman, “Maka sesungguhnya, telah kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang,” (Maryam: 97).Allah SWT berfirman,“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar,” (Az-Zukhruf : 58). Diriwayatkan dari Abu Umamah r.a., ia berkata: “Rasulullah saw .bersabda, ‘Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk kecuali karena mereka gemar berdebat. Kemudian Rasulullah saw. membacakan ayat, ‘Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.’ (Az-Zukhruf: 58).” (Hasan, HR Tirmidzi [3253], Ibnu Majah [48], Ahmad [V/252-256], dan Hakim [II/447-448]). Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras penantangnya lagi lihai bersilat lidah’.” (HR Bukhari [2457] dan Muslim [2668]). Diriwayatkan dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Umar pernah berkata kepadaku, ‘Tahukah engkau perkara yang merobohkan Islam?’ ‘Tidak! Jawabku.’ Umar berkata, ‘Perkara yang merobohkan Islam adalah ketergelinciran seorang alim, debat orang munafik tentang Al-Qur’an dan ketetapan hukum imam yang sesat’.” (Shahih, HR Ad-Darimi [I/71], al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Faqiih wal Mutafaqqih [I/234], Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd [1475], Abu Nu’aim dalam al-Hilyah [IV/196]). Diriwayatkan dari Abu Ustman an-Nahdi, ia berkata, “Aku duduk di bawah mimbar Umar, saat itu beliau sedang menyampaikan khutbah kepada manusia. Ia berkata dalam khutbahnya, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya, perkara yang sangat aku takutkan atas ummat ini adalah orang munafik yang lihai bersilat lidah’.” (Shahih, HR Ahmad [I/22 dan 44], Abu Ya’la [91], Abdu bin Humaid [11], al-Firyabi dalam kitab Shifatul Munaafiq [24], al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan[1641]). Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw., “Perdebatan tentang Al-Qur’an dapat menyeret kepada kekufuran.” (HR Abu Daud [4603], Ahmad [II/286, 424, 475, 478, 494, 503 dan 528], Ibnu Hibban [1464]). Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amru r.a., ia berkata, “Pada suatu hari aku datang menemui Rasulullah saw pagi-pagi buta. Beliau mendengar dua orang lelaki sedang bertengkar tentang sebuah ayat. Lalu beliau keluar menemui kami dengan rona wajah marah. Beliau berkata, ‘Sesungguhnya, perkara yang membinasakan ummat sebelum kalian adalah perselisihan mereka al-Kitab’.” (HR Muslim [2666]). Diriwayatkan dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni ‘Abdullah bin ‘Amru r.a.), bahwa suatu hari Rasulullah saw. mendengar sejumlah orang sedang bertengkar, lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya, ummat sebelum kalian binasa disebabkan mereka mempertentangkan satu ayat dalam Kitabullah dengan ayat lain. Sesungguhnya Allah menurunkan ayat-ayat dalam Kitabullah itu saling membenarkan satu sama lain. Jika kalian mengetahui maksudnya, maka katakanlah! Jika tidak, maka serahkanlah kepada yang mengetehuinya.” (Hasan, HR Ibnu Majah [85], Ahmad [II/185, 195-196], dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [121]). Kandugan Bab:
Ayat-ayat dalam Kitabullah tidaklah bertentangan satu sama lainnya, bahkan saling membenarkan. Dari situ dapatlah kita ketahui bahwa jidal dan debat yang dicela dalam Al-Qur’an tidak sama dengan jidal dan debat yang dianjurkan. Jidal dan debat itu ada yang terpuji dan ada yang tercela. Kedua jenis itu sama-sama disebutkan dalam Al-Qur’an. Adapun jidal yang tercela disebutkan dalam firman Allah SWT, “(Yaitu) orang orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang beriman.” (Ghaafir: 35). Jadi jelaslah, jidal yang tercela itu adalah jidal tanpa hujjah, jidal dalam membela kebathilan dan berdebat tentang Al-Qur’an untuk mencari-cari fitnah dan takwil bathil. Adapun jidal yang terpuji adalah nasihat untuk Allah, Rasul-Nya, Kitab-Nya, para imam dan segenap kaum Muslimin. Nabi Nuh as sering beradu argumentasi dengan kaumnya hingga beliau menegakkan hujjah atas mereka dan menjelaskan kepada mereka jalan yang benar. Allah SWT berfirman, “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami,” (Huud: 32). Demikianlah sunnah Rasulullah saw. dan sirah (sejarah hidup) generasi Salaf terdahulu r.a. Jadi jelaslah, jidal yang terpuji tujuannya adalah membela kebenaran dan untuk mencari kebenaran, untuk menampakkan kebathilan dan menjelaskan kerusakannya. Adapun jidal yang tercela adalah sikap menentang dan bersitegang urat leher dalam adu argumentasi untuk membela kebathilan dan menolak kebenaran.
Oleh: Fani
Legal Disclaimer: The information contained in this message may be privileged and confidential. It is intended to be read only by the individual or entity to whom it is addressed or by their designee. If the reader of this message is not the intended recipient, you are on notice that any distribution of this message, in any form, is strictly prohibited. If you have received this message in error, please immediately notify the sender and delete or destroy any copy of this message |
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment