On 1/29/11, Armansyah <armansyah.skom@gmail.com> wrote:
> Alhmdulillah, pemikiran yang sangat bagus dan berwarna. Dari dulu
> sebagaimana telah jamak diketahui member milis ini bahwa saya pribadi memang
> lebih berpahamkan demikian. Entah kenapa tiba-tiba secara menggelikan saya
> akhir2 ini dicurigai sbg syiah. Buat saya, hadist -maaf- hampir tidak jauh
> berbeda dgn Biblé.
>
> On Jan 29, 2011 12:38 PM, <aendangzr@yahoo.co.id> wrote:
>
> Saya tak bisa percaya bahwa Nabi mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim
> tak membawa kerugian apa-apa bagi rakyat…Dalam hadis sunni Nabi
> memerintahkan umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli
> apakah mereka adil atau tiran… Perintah Nabi untuk tunduk pada penguasa,
> baik penguasa adil ataupun jahat ? Yang lebih mengagetkan adalah sabda Nabi
> berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u falakum wa 'alaihim". Sesuai
> dengan sabda ini, jika seorang penguasa bertindak adil, maka yang
> diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak lalim, maka rakyat tak
> dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan penguasa bersangkutan..
> Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan "dinisbahkan" atau
> "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi.. ….Saya tak percaya bahwa
> Nabi mengeluarkan statemen seperti itu.. Bagaimana mungkin penguasa yang
> tiran tidak merugikan rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen
> seperti itu ? September 23, 2010 8:28 am Oleh Amin Farazala Al Malaya
>
> Padahal bila merugikan kemudian dibiarkan sama dengan islam tidak
> mengajarkan keadilan
>
> ———————————————————————————- Imam Bukhari, kolektor yang paling
> bertanggung jawab atas kodifikasi hadis itu, meninggal pada 870 M.. Nabi
> meninggal pada 632 M.. Anda bisa hitung sendiri jarak antara keduanya. .
> Fondasi sanad adalah pendapat seseorang bahwa si A atau si B yang menjadi
> perawi hadis bisa dipercaya karena dia seorang yang baik ('adl, bukan
> fasik), hafalannya bisa dipercaya (dhabth), dan pernah bertemu langsung
> dengan perawi sebelumnya ( muttashil ).. . Menurut saya, fondasi seperti
> ini mengandung banyak soal, meskipun sebagai sebuah "temuan", metode itu
> cemerlang dan pantas kita hormati. Poin saya, metode itu tidak memberikan
> fondasi sekukuh seperti dikira oleh banyak orang selama ini. Sebab, dasar
> pokok dari metode sanad adalah penilaian seseorang atas "kualitas" orang
> lain yang menjadi rawi. . Bagaimanapun, penilaian seseorang sudah tentu
> mengandung unsur-unsur subyektif.. Dan ingatan manusia, seberapapun
> sempurnanya, tentu mengandung kemungkinan meleset. . menurut informasi
> dari Imam Bukhari sendiri, dia menyeleksi dari sekitar 300 ribu hadis untuk
> menyusun kitab koleksi hadisnya yang dianggap sebagai paling otoritatif oleh
> umat Islam itu. Sebagaimana kita tahu, Sahih Bukhari hanya memuat sekitar
> 7000 an hadis. . Bayangkan, Imam Bukhari menyuling 7000 an hadis yang
> dianggap valid dari 300 ribuan hadis… Apa yang bisa disimpulkan dari fakta
> ini? Dengan rasio 300.000 : 7000 an, kita bisa mengatakan bahwa hadis pada
> umumnya adalah palsu atau lemah. Yang valid hanyalah perkecualian saja. .
> Tentu, kita berbicara mengenai era Imam Bukhari. Dengan kata lain, pada
> zaman itu, betapa massif dan luas sekali persebaran hadis-hadis palsu atau
> minimal lemah. Begitu luasnya persebaran hadis palsu sehingga saya membuat
> semacam kaidah : hadis yang palsu adalah "norm", sementara hadis yang
> shahih adalah "exception" . Hadis datang ke kita melalui sebuah ingatan.
> Sebagaimana setiap ingatan, sudah tentu ada masalah di sana menyangkut
> seberapa jauh validitas ingatan itu dan bagaimana mengeceknya. Seberapapun
> kuatnya sebuah ingatan, ia tetap sangat "precarious" dan rentan . Yang
> menjadi teka-teka saya selama ini adalah hadis-hadis politik sunni itu kok
> "klop" benar dengan kepentingan penguasa Mu'awiyah dan Abbasiyah zaman itu.
> Kalau memang hadis ini sudah ada dari "sono"-nya, kenapa tidak dikutip pada
> saat situasinya relevan, yaitu waktu Usman diberontak oleh penduduk Mesir?
> Kenapa hadis-hadis itu tidak dikutip Abu Bakar waktu perang melawan kaum
> pembangkang zakat ? Kenapa hadis itu tak dipakai oleh Ali untuk menghadapi
> perlawanan Mu'awiyah? Dst. dst. . Soal hadis "al-a'immatu min Quraisyin"
> itu, memang benar seperti Anda katakan, bahwa Abu Bakar dalam pidatonya
> untuk menenangkan kaum Ansar menyebut semacam "common wisdom" bahwa suku
> Quraisy lah yang selama ini, dalam tradisi Arab, lebih sesuai untuk memegang
> "perkara ini" (haza al-amr), maksudnya kedudukan sebagai imam atau khalifah.
> Tetapi yang menarik, Abu Bakar tidak menisbahkan itu kepada Nabi, sebaliknya
> sebagai pengetahuan umum saja. Jadi, Abu Bakar, dalam hal ini, tidak
> mengutip sebuah hadis, melainkan praktek yang lumrah dalam tradisi
> masyarakat Arab masa itu . Sebagaimana sudah saya katakan, teori proyeksi
> tidak bisa memberikan informasi yang cukup, juga tidak bisa memberikan
> kepastian apapun. Teori itu hanya menjadi pemandu saja bagi kita, bahwa
> hadis ini atau itu "very-unlikely" disabdakan Nabi, sebab begini dan begitu.
> . BARU-baru ini, saya membaca buku-buku yang ditulis oleh Taqiyyuddin
> al-Nabhani, pendiri gerakan Hizbut Tahrir. Ada dua buku karangan Nabhani
> yang menarik perhatian saya. Yang pertama berjudul "Al-Khilafah"
> (Kekhilafahan), yang kedua "Al-Dawlah al-Islamiyyah" (Negara Islam). Dalam
> dua buku itu, Nabhani mencoba mengemukakan beberapa argumen tentang
> keharusan agama untuk mendirikan sistem "khilafah". Salah satu argumen yang
> ia pakai adalah sejumlah hadis berikut ini: 1. Hadis riwayat Nafi' dari
> 'Umar, Nabi SAW bersabda: "Man khala'a yadan min tha'at al-Lahi laqiya
> al-Laha yawm al-qiyamati la hujjata lahu. Wa man mata wa laysa fi 'unuqihi
> bai'atun mata maytatan jahiliyyatan". Artinya: Barangsiapa melepaskan diri
> dari ketaatan kepada Allah, maka ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat
> dalam keadaan bungkam/tak memiliki argumentasi apapun. Barangsiapa meninggal
> dalam keadaan tak berbai'at (kepada seorang imam), maka ia akan mati secara
> jahiliyyah (mati dalam keadaan kafir) . 2. Hadis riwayat Hisyam b. 'Urwah
> dari Abi Shalih dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: "Sayalikum ba'di
> wulatun fayalikum al-barru bi birrihi wa al-fajiru bi fujurihi fa-sma'u
> lahum wa athi'u fi kulli ma wafaqa al-haqqa, fa in ahsanu fa lakum wa in
> asa'u fa lakum wa 'alaihim." Artinya: Setelah aku meninggal, kalian akan
> diperintah oleh penguasa yang baik dengan kebaikannya dan penguasa yang
> jahat dengan kejahatannya. Kalian harus patuh mendengarkan dan menaati
> mereka dalam hal-hal yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka berbuat baik,
> maka kebaikan itu akan berguna buat kalian. Tetapi jika mereka berbuat
> jahat, kalian tak rugi apa-apa, sebaliknya yang rugi adalah mereka sendiri .
> 3. Riwayat Muslim dari Abu Hazim, ia berkata: "Selama lima tahun aku
> bersahabat dengan Abu Hurairah dan aku pernah mendengarnya menceritakan
> sebuah hadis dari Nabi, "Kanat banu Isra'ila tasusuhum al-anbiya' kullama
> halaka nabiyyun khalafahu nabiyyun, wa innahu la nabiyya ba'di, wa satakunu
> khulafa'u fa taktsuru." Qalu: Fama ta'muruna? Qala, "Fu bi bai'at al-awwali
> fa al-awwali wa a'thuhum haqqahum fi inna l-Laha sa'iluhum 'amma
> istar'ahum." Artinya: Bangsa Israel dulu diperintah oleh para nabi; setiap
> satu nabi meninggal, maka nabi lain akan menggantikannya. Sementara itu tak
> ada nabi lagi sepeninggalku, yang ada hanyalah para khulafa'/pengganti, dan
> mereka akan banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: Apa yang engkau
> perintahkan kepada kami untuk menghadapi mereka. Nabi berkata: Berikanlah
> dan penuhilah ba'iat kalian kepada khalifah pertama, lalu yang berikutnya,
> dan seterusnya. Berikanlah hak mereka, sebab Allah akan meminta
> pertanggungjawaban kelak mengenai segala hal yang menjadi tanggung-jawab
> mereka . Ada beberapa hadis lain yang dipakai oleh Nabhani sebagai dasar
> argumentasi mengenai keharusan menegakkan sistem khilafah menurut Islam.
> Isinya hampir serupa. Saya sengaja memilih tiga hadis ini sebagai contoh
> saja. Ketiga hadis di atas masuk dalam kategori yang ingin saya sebut
> "hadis-hadis politik" . Marilah kita telaah tiga hadis di atas. Hal pertama
> yang menarik perhatian saya adalah: kalau kita telaah literatur sejarah yang
> merekam perdebatan awal mengenai kekhilafahan paska Nabi (misalnya karya Ibn
> Qutaybah [ w. 276 H/889 M ], "Al-Imamah wa al-Siyasah"), tak satupun
> hadis-hadis politik yang sering kita dengar selama ini, termasuk tiga hadis
> di atas, disebut-sebut dan dikutip oleh sahabat sebagai dasar argumentasi,
> terutama pada fase genting saat mereka berdebat mengenai siapa yang akan
> menjadi penguasa baru sepeninggal Nabi . Hal tersebut untuk melegalisir
> Abu Bakar yang melakukan kudeta persis setelah Nabi wafat. Jika hadis itu
> memang benar-benar ada sejak dari awal, kenapa Abu Bakar tidak mengutipnya?
> Hadis ini dengan gampang akan menyelesaikan perdebatan, dan Abu Bakar tak
> harus susah-susah mencari argumen yang "njlimet" untuk mendukung pendapatnya
> bahwa yang berhak menjadi pengganti Nabi adalah suku Quraish . Jika dia
> sendiri tak tahu mengenai hadis itu, dan sahabat lain tahu, tentu sahabat
> itu akan memberi tahu Abu Bakar. Mengandaikan bahwa sahabat yang lain tahu
> mengenai hadis tersebut tetapi menyembunyikannya dengan motif politik
> tertentu jelas tak sesuai dengan "konstruksi doktrinal" dalam kalangan Sunni
> sendiri di mana sahabat dianggap sebagai manusia-manusia adil yang tak akan
> berbohong . Yang menarik, hadis-hadis politik itu muncul dan beredar di
> masyarakat jauh setelah khalifah empat (al-khulafa' al-rashidun) berlalu..
> Hadis-hadis ini muncul setelah sarjana Islam mulai menulis literatur yang
> sering disebut sebagai "fiqh al-Siyasah" atau fikih politik . Salah satu
> penulis sunni penting di bidang al-Siyasah" atau fikih politik adalah Abu
> al-Hasan 'Ali al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), seorang penting dari lingkungan
> mazhab Syafii. Sebagaimana kita tahu, al-Mawardi hidup kira-kira empat abad
> lebih sepeninggal Nabi. Al-Mawardi hidup pada masa dinasti Abbasiyah,
> terutama pada fase awal saat imperium ini berada di tangan orang-orang
> Saljuk . Buku al-Mawardi yang terkenal, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, dianggap
> sebagai semacam cara untuk memberikan legitimasi pada dinasti Abbasiyah
> berhadapan dengan lawan-lawannya, seperti dinasti Fatimiyyah di Mesir .
> Observasi lain yang relavan mengenai hadis-hadis "politik" adalah sebagai
> berikut: kenapa hadis-hadis ditu cocok dan pas benar dengan kondisi politik
> yang berkembang pada era kedinastian Islam ? . Marilah kita lihat hadis yang
> pertama. Hadis itu berbicara mengenai dua model penguasa: penguasa yang adil
> (al-barr) dan penguasa tiran (al-fajir) . Yang menarik, Nabi memerintahkan
> umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli apakah mereka adil
> atau tiran, sebagaimana terbaca dalam hadis yang kedua . Yang lebih
> mengagetkan adalah sabda Nabi berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u
> falakum wa 'alaihim". Sesuai dengan sabda ini, jika seorang penguasa
> bertindak adil, maka yang diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak
> lalim, maka rakyat tak dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan
> penguasa bersangkutan . Saya nyaris tak percaya bahwa Nabi mengeluarkan
> statemen seperti ini. Bagaimana mungkin penguasa yang tiran tidak merugikan
> rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen seperti ini ? . Jika
> hadis ini memang benar-benar pernah diucapkan oleh Nabi, kenapa beberapa
> sahabat memberontak pada Usman, khalifah ketiga, saat ia dituduh
> mempraktekkan kebijakan-kebijakan yang "nepotistik" dan meresahkan banyak
> masyarakat, hingga akhirnya dia terbunuh? Apakah sahabat melanggar perintah
> Nabi untuk tunduk pada penguasa, baik penguasa adil ataupun jahat ? .
> Kontradiksi-kontradiksi historis semacam ini tidak pernah dijawab secara
> memuaskan dalam literatur fikih siyasah, dan sebaliknya ditutup rapat-rapat
> melalui doktrin "al-shahabi 'udul", para sahabat adalah adil. Pokoknya
> diandaikan saja bahwa generasi sahabat pasti benar, tak mungkin mereka
> berbuat salah. Kalau pun mereka berbuat sesuatu yang tampaknya salah, itu
> adalah hasil ijtihad mereka. Ijtihad yang salah tetap mendapat pahala.
> Solusi semacam ini hanyalah melarikan diri dari masalah, bukan menghadapinya
> dengan "jantan" . Hadis ketiga lebih menarik lagi. Di sana kita temukan
> suatu kesejajaran antara nabi dengan khalifah. Khalifah pada masa Islam sama
> kedudukannya dengan nabi-nabi pada bangsa Israel.. Karena tak ada nabi lagi
> sepeninggal Nabi Muhammad, maka yang muncul sebagai "penguasa" yang
> melanjutkan misi Nabi adalah para khalifah. Oleh karena itu, seperti kita
> baca dalam penutup hadis itu, umat Islam diperintahkan untuk memberikan hak
> kepada para khalifah itu. Yang disebut dengan hak di sini adalah ketaatan .
> Sekali lagi, hadis ini tak pernah diungkit-ungkit saat terjadi pembangkangan
> atas Usman, dan juga Ali, khalifah keempat . Apa kesimpulan yang hendak saya
> capai dengan observasi ini? Saya menduga dengan kuat, bahwa hadis-hadis
> politik ini adalah hadis palsu yang "diciptakan" belakangan untuk
> menjustifikasi penguasa-penguasa dalam dinasti Islam. Sebagaimana kita tahu,
> banyak sekali khalifah Islam yang bertindak tiranik dan despotik.
> Hadis-hadis politik ini jelas menguntungkan mereka secara politik, sebab
> menekankan ketaatan rakyat, walaupun seorang penguasa menempuh kebijakan
> yang tak menguntungkan mereka . Saya hampir tak bisa percaya bahwa Nabi
> mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim tak membawa kerugian apa-apa
> bagi rakyat. Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan
> "dinisbahkan" atau "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi .
> Verifikasi hadis hanya dengan metode sanad atau mata rantai transmisi
> sebagaimana selamaini ditempuh oleh kesarjanaan Islam tradisional sama
> sekali tak memadai. Metode proyeksi ini membantu kita untuk melakukan
> verifikasi dengan metode non-sanad . Sebetulnya metode ini sudah dibuka
> kemungkinannya dalam studi hadis sendiri. Sebagaimana kita tahu, dalam studi
> ilmu-ilmu hadis (mushthalah al-hadith) kita kenal dua metode kritik (naqd),
> yaitu kritik sanad dan kritik matan atau teks hadis. Kritik sanad sudah
> dikembangkan dengan canggih oleh sarjana Islam, tetapi kritik matan kurang
> banyak dicoba. Metode proyeksi bisa masuk dalam kritik matan itu . Terdapat
> hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab
> hadis sunni… Hadis shahih tapi ternyata palsu mazhab sunni bermacam-macam..
> Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada
> pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian . Kriteria hadis sahih yang
> dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang
> yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangan
> sahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya . Padahal, para
> ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah
> dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para
> perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi
> hadis. Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak,
> dan lain sebagainya .Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi
> adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran, fakta sejarah
> dan akal sehat… TiDAK CUKUP HANYA HADiS !!! PERLU TARiKH !!!
> Hadis perlu di verivikasi denga kitab tarikh mu'tabar… Posted by
> syiahali
> Sent from BlackBerry® on 3
>
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
> berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
>
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
> berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment