Kalau Quran saya yakin tidak bisa diinterpolasi atau diintervensi oleh siapapun dimuka bumi ini, karena sdh merupakan jaminan dari Allah dengan Firmannya: "Quran Aku yang menurunkan maka Aku pula yang akan menjaganya"
Kalau sekarang dengan berbagai teknologi IT ada orang yang menyisipkan content sebuah hadist kemudian (karena daftar sanad pun telah dikodifikasi) dengan menggunakan salah satu sanad dimaksud menisbatkan hadits bikinannya kepada Rasul SAW, apakah masih mungkin? Mengingat sejarah perkembangan hadits kita tahu sendiri dari sejak awal memang sudah banyak upaya dari berbagai kalangan untuk membuat hadist-hadist palsu yang dinisbatkan kepada Nabi?
Pertanyaan saya berdasar pada :
"Hadist" populer tentang tawar menawar rekaat shalat saat Rasul SAW mi'raj meski dikatakan shahih dalam Syarah Bukhary, ternyata contentnya bertentangan dengan Quran, sehingga ada sebagaian ahli menggolongkan "hadist" ini dalam golongan Israiliyah.
"Hadits" populer mengenai perang yang lebih besar adalah melawan hawa nafsu, ada sementara sinyalemen yang mengatakan bahwa content ini bikinan Snock Horgronye (Penjajah) dalam rangka melemahkan perjuangan Islam melawan penjajahan.
"hadist" Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, ini sangat populer, dan ternyata bukan hadist.
Mohon pencerahannya, terima kasih dan mohon maaf bagi yang tidak berkenan karena ini bukan dimaksudkan untuk mendebat pendapat siapapun.
TErima kasih
2011/1/29 Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Alhmdulillah, pemikiran yang sangat bagus dan berwarna. Dari dulu sebagaimana telah jamak diketahui member milis ini bahwa saya pribadi memang lebih berpahamkan demikian. Entah kenapa tiba-tiba secara menggelikan saya akhir2 ini dicurigai sbg syiah. Buat saya, hadist -maaf- hampir tidak jauh berbeda dgn Biblé.
On Jan 29, 2011 12:38 PM, <aendangzr@yahoo.co.id> wrote:--
Saya tak bisa percaya bahwa Nabi mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim tak membawa kerugian apa-apa bagi rakyat…Dalam hadis sunni Nabi memerintahkan umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli apakah mereka adil atau tiran… Perintah Nabi untuk tunduk pada penguasa, baik penguasa adil ataupun jahat ? Yang lebih mengagetkan adalah sabda Nabi berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u falakum wa 'alaihim". Sesuai dengan sabda ini, jika seorang penguasa bertindak adil, maka yang diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak lalim, maka rakyat tak dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan penguasa bersangkutan.. Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan "dinisbahkan" atau "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi.. ….Saya tak percaya bahwa Nabi mengeluarkan statemen seperti itu.. Bagaimana mungkin penguasa yang tiran tidak merugikan rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen seperti itu ? September 23, 2010 8:28 am Oleh Amin Farazala Al Malaya
Padahal bila merugikan kemudian dibiarkan sama dengan islam tidak mengajarkan keadilan
———————————————————————————- Imam Bukhari, kolektor yang paling bertanggung jawab atas kodifikasi hadis itu, meninggal pada 870 M.. Nabi meninggal pada 632 M.. Anda bisa hitung sendiri jarak antara keduanya. . Fondasi sanad adalah pendapat seseorang bahwa si A atau si B yang menjadi perawi hadis bisa dipercaya karena dia seorang yang baik ('adl, bukan fasik), hafalannya bisa dipercaya (dhabth), dan pernah bertemu langsung dengan perawi sebelumnya ( muttashil ).. . Menurut saya, fondasi seperti ini mengandung banyak soal, meskipun sebagai sebuah "temuan", metode itu cemerlang dan pantas kita hormati. Poin saya, metode itu tidak memberikan fondasi sekukuh seperti dikira oleh banyak orang selama ini. Sebab, dasar pokok dari metode sanad adalah penilaian seseorang atas "kualitas" orang lain yang menjadi rawi. . Bagaimanapun, penilaian seseorang sudah tentu mengandung unsur-unsur subyektif.. Dan ingatan manusia, seberapapun sempurnanya, tentu mengandung kemungkinan meleset. . menurut informasi dari Imam Bukhari sendiri, dia menyeleksi dari sekitar 300 ribu hadis untuk menyusun kitab koleksi hadisnya yang dianggap sebagai paling otoritatif oleh umat Islam itu. Sebagaimana kita tahu, Sahih Bukhari hanya memuat sekitar 7000 an hadis. . Bayangkan, Imam Bukhari menyuling 7000 an hadis yang dianggap valid dari 300 ribuan hadis… Apa yang bisa disimpulkan dari fakta ini? Dengan rasio 300.000 : 7000 an, kita bisa mengatakan bahwa hadis pada umumnya adalah palsu atau lemah. Yang valid hanyalah perkecualian saja. . Tentu, kita berbicara mengenai era Imam Bukhari. Dengan kata lain, pada zaman itu, betapa massif dan luas sekali persebaran hadis-hadis palsu atau minimal lemah. Begitu luasnya persebaran hadis palsu sehingga saya membuat semacam kaidah : hadis yang palsu adalah "norm", sementara hadis yang shahih adalah "exception" . Hadis datang ke kita melalui sebuah ingatan. Sebagaimana setiap ingatan, sudah tentu ada masalah di sana menyangkut seberapa jauh validitas ingatan itu dan bagaimana mengeceknya. Seberapapun kuatnya sebuah ingatan, ia tetap sangat "precarious" dan rentan . Yang menjadi teka-teka saya selama ini adalah hadis-hadis politik sunni itu kok "klop" benar dengan kepentingan penguasa Mu'awiyah dan Abbasiyah zaman itu. Kalau memang hadis ini sudah ada dari "sono"-nya, kenapa tidak dikutip pada saat situasinya relevan, yaitu waktu Usman diberontak oleh penduduk Mesir? Kenapa hadis-hadis itu tidak dikutip Abu Bakar waktu perang melawan kaum pembangkang zakat ? Kenapa hadis itu tak dipakai oleh Ali untuk menghadapi perlawanan Mu'awiyah? Dst. dst. . Soal hadis "al-a'immatu min Quraisyin" itu, memang benar seperti Anda katakan, bahwa Abu Bakar dalam pidatonya untuk menenangkan kaum Ansar menyebut semacam "common wisdom" bahwa suku Quraisy lah yang selama ini, dalam tradisi Arab, lebih sesuai untuk memegang "perkara ini" (haza al-amr), maksudnya kedudukan sebagai imam atau khalifah. Tetapi yang menarik, Abu Bakar tidak menisbahkan itu kepada Nabi, sebaliknya sebagai pengetahuan umum saja. Jadi, Abu Bakar, dalam hal ini, tidak mengutip sebuah hadis, melainkan praktek yang lumrah dalam tradisi masyarakat Arab masa itu . Sebagaimana sudah saya katakan, teori proyeksi tidak bisa memberikan informasi yang cukup, juga tidak bisa memberikan kepastian apapun. Teori itu hanya menjadi pemandu saja bagi kita, bahwa hadis ini atau itu "very-unlikely" disabdakan Nabi, sebab begini dan begitu. . BARU-baru ini, saya membaca buku-buku yang ditulis oleh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri gerakan Hizbut Tahrir. Ada dua buku karangan Nabhani yang menarik perhatian saya. Yang pertama berjudul "Al-Khilafah" (Kekhilafahan), yang kedua "Al-Dawlah al-Islamiyyah" (Negara Islam). Dalam dua buku itu, Nabhani mencoba mengemukakan beberapa argumen tentang keharusan agama untuk mendirikan sistem "khilafah". Salah satu argumen yang ia pakai adalah sejumlah hadis berikut ini: 1. Hadis riwayat Nafi' dari 'Umar, Nabi SAW bersabda: "Man khala'a yadan min tha'at al-Lahi laqiya al-Laha yawm al-qiyamati la hujjata lahu. Wa man mata wa laysa fi 'unuqihi bai'atun mata maytatan jahiliyyatan". Artinya: Barangsiapa melepaskan diri dari ketaatan kepada Allah, maka ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dalam keadaan bungkam/tak memiliki argumentasi apapun. Barangsiapa meninggal dalam keadaan tak berbai'at (kepada seorang imam), maka ia akan mati secara jahiliyyah (mati dalam keadaan kafir) . 2. Hadis riwayat Hisyam b. 'Urwah dari Abi Shalih dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: "Sayalikum ba'di wulatun fayalikum al-barru bi birrihi wa al-fajiru bi fujurihi fa-sma'u lahum wa athi'u fi kulli ma wafaqa al-haqqa, fa in ahsanu fa lakum wa in asa'u fa lakum wa 'alaihim." Artinya: Setelah aku meninggal, kalian akan diperintah oleh penguasa yang baik dengan kebaikannya dan penguasa yang jahat dengan kejahatannya. Kalian harus patuh mendengarkan dan menaati mereka dalam hal-hal yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikan itu akan berguna buat kalian. Tetapi jika mereka berbuat jahat, kalian tak rugi apa-apa, sebaliknya yang rugi adalah mereka sendiri . 3. Riwayat Muslim dari Abu Hazim, ia berkata: "Selama lima tahun aku bersahabat dengan Abu Hurairah dan aku pernah mendengarnya menceritakan sebuah hadis dari Nabi, "Kanat banu Isra'ila tasusuhum al-anbiya' kullama halaka nabiyyun khalafahu nabiyyun, wa innahu la nabiyya ba'di, wa satakunu khulafa'u fa taktsuru." Qalu: Fama ta'muruna? Qala, "Fu bi bai'at al-awwali fa al-awwali wa a'thuhum haqqahum fi inna l-Laha sa'iluhum 'amma istar'ahum." Artinya: Bangsa Israel dulu diperintah oleh para nabi; setiap satu nabi meninggal, maka nabi lain akan menggantikannya. Sementara itu tak ada nabi lagi sepeninggalku, yang ada hanyalah para khulafa'/pengganti, dan mereka akan banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: Apa yang engkau perintahkan kepada kami untuk menghadapi mereka. Nabi berkata: Berikanlah dan penuhilah ba'iat kalian kepada khalifah pertama, lalu yang berikutnya, dan seterusnya. Berikanlah hak mereka, sebab Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak mengenai segala hal yang menjadi tanggung-jawab mereka . Ada beberapa hadis lain yang dipakai oleh Nabhani sebagai dasar argumentasi mengenai keharusan menegakkan sistem khilafah menurut Islam. Isinya hampir serupa. Saya sengaja memilih tiga hadis ini sebagai contoh saja. Ketiga hadis di atas masuk dalam kategori yang ingin saya sebut "hadis-hadis politik" . Marilah kita telaah tiga hadis di atas. Hal pertama yang menarik perhatian saya adalah: kalau kita telaah literatur sejarah yang merekam perdebatan awal mengenai kekhilafahan paska Nabi (misalnya karya Ibn Qutaybah [ w. 276 H/889 M ], "Al-Imamah wa al-Siyasah"), tak satupun hadis-hadis politik yang sering kita dengar selama ini, termasuk tiga hadis di atas, disebut-sebut dan dikutip oleh sahabat sebagai dasar argumentasi, terutama pada fase genting saat mereka berdebat mengenai siapa yang akan menjadi penguasa baru sepeninggal Nabi . Hal tersebut untuk melegalisir Abu Bakar yang melakukan kudeta persis setelah Nabi wafat. Jika hadis itu memang benar-benar ada sejak dari awal, kenapa Abu Bakar tidak mengutipnya? Hadis ini dengan gampang akan menyelesaikan perdebatan, dan Abu Bakar tak harus susah-susah mencari argumen yang "njlimet" untuk mendukung pendapatnya bahwa yang berhak menjadi pengganti Nabi adalah suku Quraish . Jika dia sendiri tak tahu mengenai hadis itu, dan sahabat lain tahu, tentu sahabat itu akan memberi tahu Abu Bakar. Mengandaikan bahwa sahabat yang lain tahu mengenai hadis tersebut tetapi menyembunyikannya dengan motif politik tertentu jelas tak sesuai dengan "konstruksi doktrinal" dalam kalangan Sunni sendiri di mana sahabat dianggap sebagai manusia-manusia adil yang tak akan berbohong . Yang menarik, hadis-hadis politik itu muncul dan beredar di masyarakat jauh setelah khalifah empat (al-khulafa' al-rashidun) berlalu.. Hadis-hadis ini muncul setelah sarjana Islam mulai menulis literatur yang sering disebut sebagai "fiqh al-Siyasah" atau fikih politik . Salah satu penulis sunni penting di bidang al-Siyasah" atau fikih politik adalah Abu al-Hasan 'Ali al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), seorang penting dari lingkungan mazhab Syafii. Sebagaimana kita tahu, al-Mawardi hidup kira-kira empat abad lebih sepeninggal Nabi. Al-Mawardi hidup pada masa dinasti Abbasiyah, terutama pada fase awal saat imperium ini berada di tangan orang-orang Saljuk . Buku al-Mawardi yang terkenal, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, dianggap sebagai semacam cara untuk memberikan legitimasi pada dinasti Abbasiyah berhadapan dengan lawan-lawannya, seperti dinasti Fatimiyyah di Mesir . Observasi lain yang relavan mengenai hadis-hadis "politik" adalah sebagai berikut: kenapa hadis-hadis ditu cocok dan pas benar dengan kondisi politik yang berkembang pada era kedinastian Islam ? . Marilah kita lihat hadis yang pertama. Hadis itu berbicara mengenai dua model penguasa: penguasa yang adil (al-barr) dan penguasa tiran (al-fajir) . Yang menarik, Nabi memerintahkan umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli apakah mereka adil atau tiran, sebagaimana terbaca dalam hadis yang kedua . Yang lebih mengagetkan adalah sabda Nabi berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u falakum wa 'alaihim". Sesuai dengan sabda ini, jika seorang penguasa bertindak adil, maka yang diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak lalim, maka rakyat tak dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan penguasa bersangkutan . Saya nyaris tak percaya bahwa Nabi mengeluarkan statemen seperti ini. Bagaimana mungkin penguasa yang tiran tidak merugikan rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen seperti ini ? . Jika hadis ini memang benar-benar pernah diucapkan oleh Nabi, kenapa beberapa sahabat memberontak pada Usman, khalifah ketiga, saat ia dituduh mempraktekkan kebijakan-kebijakan yang "nepotistik" dan meresahkan banyak masyarakat, hingga akhirnya dia terbunuh? Apakah sahabat melanggar perintah Nabi untuk tunduk pada penguasa, baik penguasa adil ataupun jahat ? . Kontradiksi-kontradiksi historis semacam ini tidak pernah dijawab secara memuaskan dalam literatur fikih siyasah, dan sebaliknya ditutup rapat-rapat melalui doktrin "al-shahabi 'udul", para sahabat adalah adil. Pokoknya diandaikan saja bahwa generasi sahabat pasti benar, tak mungkin mereka berbuat salah. Kalau pun mereka berbuat sesuatu yang tampaknya salah, itu adalah hasil ijtihad mereka. Ijtihad yang salah tetap mendapat pahala. Solusi semacam ini hanyalah melarikan diri dari masalah, bukan menghadapinya dengan "jantan" . Hadis ketiga lebih menarik lagi. Di sana kita temukan suatu kesejajaran antara nabi dengan khalifah. Khalifah pada masa Islam sama kedudukannya dengan nabi-nabi pada bangsa Israel.. Karena tak ada nabi lagi sepeninggal Nabi Muhammad, maka yang muncul sebagai "penguasa" yang melanjutkan misi Nabi adalah para khalifah. Oleh karena itu, seperti kita baca dalam penutup hadis itu, umat Islam diperintahkan untuk memberikan hak kepada para khalifah itu. Yang disebut dengan hak di sini adalah ketaatan . Sekali lagi, hadis ini tak pernah diungkit-ungkit saat terjadi pembangkangan atas Usman, dan juga Ali, khalifah keempat . Apa kesimpulan yang hendak saya capai dengan observasi ini? Saya menduga dengan kuat, bahwa hadis-hadis politik ini adalah hadis palsu yang "diciptakan" belakangan untuk menjustifikasi penguasa-penguasa dalam dinasti Islam. Sebagaimana kita tahu, banyak sekali khalifah Islam yang bertindak tiranik dan despotik. Hadis-hadis politik ini jelas menguntungkan mereka secara politik, sebab menekankan ketaatan rakyat, walaupun seorang penguasa menempuh kebijakan yang tak menguntungkan mereka . Saya hampir tak bisa percaya bahwa Nabi mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim tak membawa kerugian apa-apa bagi rakyat. Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan "dinisbahkan" atau "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi . Verifikasi hadis hanya dengan metode sanad atau mata rantai transmisi sebagaimana selamaini ditempuh oleh kesarjanaan Islam tradisional sama sekali tak memadai. Metode proyeksi ini membantu kita untuk melakukan verifikasi dengan metode non-sanad . Sebetulnya metode ini sudah dibuka kemungkinannya dalam studi hadis sendiri. Sebagaimana kita tahu, dalam studi ilmu-ilmu hadis (mushthalah al-hadith) kita kenal dua metode kritik (naqd), yaitu kritik sanad dan kritik matan atau teks hadis. Kritik sanad sudah dikembangkan dengan canggih oleh sarjana Islam, tetapi kritik matan kurang banyak dicoba. Metode proyeksi bisa masuk dalam kritik matan itu . Terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab hadis sunni… Hadis shahih tapi ternyata palsu mazhab sunni bermacam-macam.. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian . Kriteria hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangan sahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya . Padahal, para ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis. Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya .Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran, fakta sejarah dan akal sehat… TiDAK CUKUP HANYA HADiS !!! PERLU TARiKH !!! Hadis perlu di verivikasi denga kitab tarikh mu'tabar… Posted by syiahali
Sent from BlackBerry® on 3
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
Wassalaamu'alaikum
Thank you
Best regards
Andri Subandrio
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment