Friday, January 28, 2011

Re: [Milis_Iqra]

Armansyah
Buat saya, hadist -maaf- hampir tidak jauh berbeda dgn Biblé.

Whe-en
Pengakuan yang mengerikan mas Arman, namun saya bersyukur saya mengetahuinya.

Bisa lebih detail menerangkan maksudnya?

banyak dari kita tidak tahu pandangan orang per orang tentang Islam, yang akhirnya terkuak sedikit demi sedikit.

Saya jadi ingat rizal yang sudah membuka mata saya ketika diserang secara pribadi, kata rizal demi sebuah paham, orang bisa saling membunuh. Demi sebuah pandangan saya sudah merasakan dua kali kejadian dengan orang yang sama, yang rela melanggar sunnah Rasul untuk menyingkirkan yang hak dengan keji.

Orang yang tidak percaya assunnah bisa dikatakan tidak percaya Al qur'an mas Arman, karena Allah dan RasulNya tidak dapat dipisahkan dan Al Qur'an sendiri sudah menyebutkan beberapa ayat agar kita taat perintah Rasul, produk Rasul adalah Assunnah termasuk hadits.

Bagaimana mungkin seseorang mengingkari hadits, padahal Rasulullah diminta menerangkan Al Qur'an dalam QS An Nahl : 44.

Dulu, jika ada yang menyimpang dari al qur'an dan assunnah, saya selalu bisa mengandalkan mas dani (maaf ya mas, saya sebut nama mas dani) karena dulu saya kagum dengan ilmunya, namun entah sekarang, masih ingat ketika mas Dani mengcounter mas Arman soal pemakaian hadist dhoif oleh mas Arman jaman dulu. Namun sekarang??? Saya akan tahu setelah diskusi saya dengan mas Dani selesai.

Al-Qur'an yang menyuruh kita taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berhukum kepadanya. 

1). Al-Ahzab : 36
"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata".

2). Al-Hujuraat : 1
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". 

3). Ali 'Imran : 32
Artinya : Katakanlah : 'Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".

4). An-Nisaa : 79
"Artinya : …. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi".

5) An-Nisaa : 80
"Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta'atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka".

6). An-Nisaa : 59
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

7). Al-Anfaal : 46
"Artinya : Dan Ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".

8). Al-Maa'idah : 92
"Artinya : Dan ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kamu kepada Rasul (Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".

9). An-Nuur : 63
"Artinya : Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih".

 10). Al-Anfaal : 24
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan".

11). An-Nisaa : 13-14
"Artinya : .Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya ; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya ; dan baginya siksa yang menghinakan".

 12). An-Nisaa : 60-61
"Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kapada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ?. Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thagut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka :"Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah turunkan dan kepada hukum Rasul', niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu".

13). An-Nuur : 51-52
"Artinya : Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan : 'Kami mendengar, dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan".

14). Al-Hasyr : 7
"Artinya : …Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya".

15). Al-Ahzab : 21
"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hati kiamat dan dia banyak menyebut Allah".

 16). An-Najm : 1 – 4
"Artinya : Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya)".

17). An-Nahl : 44
"Artinya : .. Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan"

Whe-en

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT


From: Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Sender: milis_iqra@googlegroups.com
Date: Sat, 29 Jan 2011 13:02:15 +0700
To: <milis_iqra@googlegroups.com>
ReplyTo: milis_iqra@googlegroups.com
Subject: Re: [Milis_Iqra]

Alhmdulillah, pemikiran yang sangat bagus dan berwarna. Dari dulu sebagaimana telah jamak diketahui member milis ini bahwa saya pribadi memang lebih berpahamkan demikian. Entah kenapa tiba-tiba secara menggelikan saya akhir2 ini dicurigai sbg syiah. Buat saya, hadist -maaf- hampir tidak jauh berbeda dgn Biblé.

On Jan 29, 2011 12:38 PM, <aendangzr@yahoo.co.id> wrote:

Saya tak bisa percaya bahwa Nabi mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim tak membawa kerugian apa-apa bagi rakyat…Dalam hadis sunni Nabi memerintahkan umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli apakah mereka adil atau tiran… Perintah Nabi untuk tunduk pada penguasa, baik penguasa adil ataupun jahat ? Yang lebih mengagetkan adalah sabda Nabi berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u falakum wa 'alaihim". Sesuai dengan sabda ini, jika seorang penguasa bertindak adil, maka yang diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak lalim, maka rakyat tak dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan penguasa bersangkutan.. Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan "dinisbahkan" atau "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi.. ….Saya tak percaya bahwa Nabi mengeluarkan statemen seperti itu.. Bagaimana mungkin penguasa yang tiran tidak merugikan rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen seperti itu ? September 23, 2010 8:28 am Oleh  Amin  Farazala  Al  Malaya

Padahal bila merugikan kemudian dibiarkan sama dengan islam tidak mengajarkan keadilan

———————————————————————————-   Imam Bukhari, kolektor yang paling bertanggung jawab atas kodifikasi hadis itu, meninggal pada 870 M.. Nabi meninggal pada 632 M.. Anda bisa hitung sendiri jarak antara keduanya. . Fondasi sanad adalah pendapat seseorang bahwa si A atau si B yang menjadi perawi hadis bisa dipercaya karena dia seorang yang baik ('adl, bukan fasik), hafalannya bisa dipercaya (dhabth), dan pernah bertemu langsung dengan perawi sebelumnya  ( muttashil ).. . Menurut saya, fondasi seperti ini mengandung banyak soal, meskipun sebagai sebuah "temuan", metode itu cemerlang dan pantas kita hormati. Poin saya, metode itu tidak memberikan fondasi sekukuh seperti dikira oleh banyak orang selama ini. Sebab, dasar pokok dari metode sanad adalah penilaian seseorang atas "kualitas" orang lain yang menjadi rawi. . Bagaimanapun, penilaian seseorang sudah tentu mengandung unsur-unsur subyektif.. Dan ingatan manusia, seberapapun sempurnanya, tentu mengandung  kemungkinan  meleset. . menurut informasi dari Imam Bukhari sendiri, dia menyeleksi dari sekitar 300 ribu hadis untuk menyusun kitab koleksi hadisnya yang dianggap sebagai paling otoritatif oleh umat Islam itu. Sebagaimana kita tahu, Sahih Bukhari hanya memuat sekitar 7000 an hadis. . Bayangkan, Imam Bukhari menyuling 7000 an hadis yang dianggap valid dari 300 ribuan hadis… Apa yang bisa disimpulkan dari fakta ini? Dengan rasio 300.000 : 7000 an, kita bisa mengatakan bahwa hadis pada umumnya adalah palsu atau lemah. Yang valid  hanyalah perkecualian saja. . Tentu, kita berbicara mengenai era Imam Bukhari. Dengan kata lain, pada zaman itu, betapa massif dan luas sekali persebaran hadis-hadis palsu atau minimal lemah. Begitu luasnya persebaran hadis palsu sehingga saya  membuat semacam  kaidah : hadis yang palsu adalah "norm", sementara hadis yang shahih adalah "exception" . Hadis datang ke kita melalui sebuah ingatan. Sebagaimana setiap ingatan, sudah tentu ada masalah di sana menyangkut seberapa jauh validitas ingatan itu dan bagaimana mengeceknya. Seberapapun kuatnya sebuah ingatan, ia tetap sangat "precarious" dan rentan . Yang menjadi teka-teka saya selama ini adalah hadis-hadis politik sunni itu kok "klop" benar dengan kepentingan penguasa Mu'awiyah dan Abbasiyah zaman itu. Kalau memang hadis ini sudah ada dari "sono"-nya, kenapa tidak dikutip pada saat situasinya relevan, yaitu waktu Usman diberontak oleh penduduk Mesir? Kenapa hadis-hadis itu tidak dikutip Abu Bakar waktu perang melawan kaum pembangkang zakat ? Kenapa hadis itu tak dipakai oleh Ali untuk menghadapi perlawanan Mu'awiyah? Dst. dst. . Soal  hadis "al-a'immatu min Quraisyin" itu, memang benar seperti Anda katakan, bahwa Abu Bakar dalam pidatonya untuk menenangkan kaum Ansar menyebut semacam "common wisdom" bahwa suku Quraisy lah yang selama ini, dalam tradisi Arab, lebih sesuai untuk memegang "perkara ini" (haza al-amr), maksudnya kedudukan sebagai imam atau khalifah. Tetapi yang menarik, Abu Bakar tidak menisbahkan itu kepada Nabi, sebaliknya sebagai pengetahuan umum saja. Jadi, Abu Bakar, dalam hal ini, tidak mengutip sebuah hadis, melainkan praktek yang lumrah dalam tradisi masyarakat Arab masa itu . Sebagaimana sudah saya katakan, teori proyeksi tidak bisa memberikan informasi yang cukup, juga tidak bisa memberikan kepastian apapun. Teori itu hanya menjadi pemandu saja bagi kita, bahwa hadis ini atau itu "very-unlikely" disabdakan Nabi, sebab begini dan begitu. . BARU-baru ini, saya  membaca buku-buku yang ditulis oleh Taqiyyuddin al-Nabhani, pendiri gerakan Hizbut Tahrir. Ada dua buku karangan Nabhani yang menarik perhatian saya. Yang pertama berjudul "Al-Khilafah" (Kekhilafahan), yang kedua "Al-Dawlah al-Islamiyyah" (Negara Islam). Dalam dua buku itu, Nabhani mencoba mengemukakan beberapa argumen tentang keharusan agama untuk mendirikan sistem "khilafah". Salah satu argumen yang ia pakai adalah sejumlah hadis berikut ini: 1. Hadis riwayat Nafi' dari 'Umar, Nabi SAW bersabda: "Man khala'a yadan min tha'at al-Lahi laqiya al-Laha yawm al-qiyamati la hujjata lahu. Wa man mata wa laysa fi 'unuqihi bai'atun mata maytatan jahiliyyatan". Artinya: Barangsiapa melepaskan diri dari ketaatan kepada Allah, maka ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dalam keadaan bungkam/tak memiliki argumentasi apapun. Barangsiapa meninggal dalam keadaan tak berbai'at (kepada seorang imam), maka ia akan mati secara jahiliyyah (mati dalam keadaan kafir) . 2. Hadis riwayat Hisyam b. 'Urwah dari Abi Shalih dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: "Sayalikum ba'di wulatun fayalikum al-barru bi birrihi wa al-fajiru bi fujurihi fa-sma'u lahum wa athi'u fi kulli ma wafaqa al-haqqa, fa in ahsanu fa lakum wa in asa'u fa lakum wa 'alaihim." Artinya: Setelah aku meninggal, kalian akan diperintah oleh penguasa yang baik dengan kebaikannya dan penguasa yang jahat dengan kejahatannya. Kalian harus patuh mendengarkan dan menaati mereka dalam hal-hal yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikan itu akan berguna buat kalian. Tetapi jika mereka berbuat jahat, kalian tak rugi apa-apa, sebaliknya yang rugi adalah mereka sendiri . 3. Riwayat Muslim dari Abu Hazim, ia berkata: "Selama lima tahun aku bersahabat dengan Abu Hurairah dan aku pernah mendengarnya menceritakan sebuah hadis dari Nabi, "Kanat banu Isra'ila tasusuhum al-anbiya' kullama halaka nabiyyun khalafahu nabiyyun, wa innahu la nabiyya ba'di, wa satakunu khulafa'u fa taktsuru." Qalu: Fama ta'muruna? Qala, "Fu bi bai'at al-awwali fa al-awwali wa a'thuhum haqqahum fi inna l-Laha sa'iluhum 'amma istar'ahum." Artinya: Bangsa Israel dulu diperintah oleh para nabi; setiap satu nabi meninggal, maka nabi lain akan menggantikannya. Sementara itu tak ada nabi lagi sepeninggalku, yang ada hanyalah para khulafa'/pengganti, dan mereka akan banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: Apa yang engkau perintahkan kepada kami untuk menghadapi mereka. Nabi berkata: Berikanlah dan penuhilah ba'iat kalian kepada khalifah pertama, lalu yang berikutnya, dan seterusnya. Berikanlah hak mereka, sebab Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak mengenai segala hal yang menjadi tanggung-jawab mereka . Ada beberapa hadis lain yang dipakai oleh Nabhani sebagai dasar argumentasi mengenai keharusan menegakkan sistem khilafah menurut Islam. Isinya hampir serupa. Saya sengaja memilih tiga hadis ini sebagai contoh saja. Ketiga hadis di atas masuk dalam kategori yang ingin saya sebut "hadis-hadis politik" . Marilah kita telaah tiga hadis di atas. Hal pertama yang menarik perhatian saya adalah: kalau kita telaah literatur sejarah yang merekam perdebatan awal mengenai kekhilafahan paska Nabi (misalnya karya Ibn Qutaybah [ w. 276 H/889 M ], "Al-Imamah wa al-Siyasah"), tak satupun hadis-hadis politik yang sering kita dengar selama ini, termasuk tiga hadis di atas, disebut-sebut dan dikutip oleh sahabat sebagai dasar argumentasi, terutama pada fase genting saat mereka berdebat mengenai siapa yang akan menjadi penguasa baru sepeninggal Nabi . Hal  tersebut untuk  melegalisir  Abu Bakar yang  melakukan kudeta persis setelah Nabi wafat. Jika hadis itu memang benar-benar ada sejak dari awal, kenapa Abu Bakar tidak mengutipnya? Hadis ini dengan gampang akan menyelesaikan perdebatan, dan Abu Bakar tak harus susah-susah mencari argumen yang "njlimet" untuk mendukung pendapatnya bahwa yang berhak menjadi pengganti Nabi adalah suku Quraish . Jika dia sendiri tak tahu mengenai hadis itu, dan sahabat lain tahu, tentu sahabat itu akan memberi tahu Abu Bakar. Mengandaikan bahwa sahabat yang lain tahu mengenai hadis tersebut tetapi menyembunyikannya dengan motif politik tertentu jelas tak sesuai dengan "konstruksi doktrinal" dalam kalangan Sunni sendiri di mana sahabat dianggap sebagai manusia-manusia adil yang tak akan berbohong . Yang menarik, hadis-hadis politik itu muncul dan beredar di masyarakat jauh setelah khalifah empat (al-khulafa' al-rashidun) berlalu.. Hadis-hadis ini muncul setelah sarjana Islam mulai menulis literatur yang sering disebut sebagai "fiqh al-Siyasah" atau fikih politik . Salah satu penulis sunni  penting di bidang al-Siyasah" atau fikih politik adalah Abu al-Hasan 'Ali al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), seorang penting dari lingkungan mazhab Syafii. Sebagaimana kita tahu, al-Mawardi hidup kira-kira empat abad lebih sepeninggal Nabi. Al-Mawardi hidup pada masa dinasti Abbasiyah, terutama pada fase awal saat imperium ini berada di tangan orang-orang Saljuk . Buku al-Mawardi yang terkenal, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, dianggap sebagai semacam cara untuk memberikan legitimasi pada dinasti Abbasiyah berhadapan dengan lawan-lawannya, seperti dinasti Fatimiyyah di Mesir . Observasi lain yang relavan mengenai hadis-hadis "politik" adalah sebagai berikut: kenapa hadis-hadis ditu cocok dan pas benar dengan kondisi politik yang berkembang pada era kedinastian Islam ? . Marilah kita lihat hadis yang pertama. Hadis itu berbicara mengenai dua model penguasa: penguasa yang adil (al-barr) dan penguasa tiran (al-fajir) . Yang menarik, Nabi memerintahkan umat Islam untuk taat kepada seorang penguasa, tak peduli apakah mereka adil atau tiran, sebagaimana terbaca dalam hadis yang kedua . Yang lebih mengagetkan adalah sabda Nabi berikut ini, "Fa in ahsanu falakum wa in asa'u falakum wa 'alaihim". Sesuai dengan sabda ini, jika seorang penguasa bertindak adil, maka yang diuntungkan adalah rakyat; jika penguasa bertindak lalim, maka rakyat tak dirugikan apapun; kelaliman itu hanya merugikan penguasa bersangkutan . Saya nyaris tak percaya bahwa Nabi mengeluarkan statemen seperti ini. Bagaimana mungkin penguasa yang tiran tidak merugikan rakyat? Apakah masuk akal Nabi mengeluarkan statemen seperti ini ? . Jika hadis ini memang benar-benar pernah diucapkan oleh Nabi, kenapa beberapa sahabat memberontak pada Usman, khalifah ketiga, saat ia dituduh mempraktekkan kebijakan-kebijakan yang "nepotistik" dan meresahkan banyak masyarakat, hingga akhirnya dia terbunuh? Apakah sahabat melanggar perintah Nabi untuk tunduk pada penguasa, baik penguasa adil ataupun jahat ? . Kontradiksi-kontradiksi historis semacam ini tidak pernah dijawab secara memuaskan dalam literatur fikih siyasah, dan sebaliknya ditutup rapat-rapat melalui doktrin "al-shahabi 'udul", para sahabat adalah adil. Pokoknya diandaikan saja bahwa generasi sahabat pasti benar, tak mungkin mereka berbuat salah. Kalau pun mereka berbuat sesuatu yang tampaknya salah, itu adalah hasil ijtihad mereka. Ijtihad yang salah tetap mendapat pahala. Solusi semacam ini hanyalah melarikan diri dari masalah, bukan menghadapinya dengan "jantan" . Hadis ketiga lebih menarik lagi. Di sana kita temukan suatu kesejajaran antara nabi dengan khalifah. Khalifah pada masa Islam sama kedudukannya dengan nabi-nabi pada bangsa Israel.. Karena tak ada nabi lagi sepeninggal Nabi Muhammad, maka yang muncul sebagai "penguasa" yang melanjutkan misi Nabi adalah para khalifah. Oleh karena itu, seperti kita baca dalam penutup hadis itu, umat Islam diperintahkan untuk memberikan hak kepada para khalifah itu. Yang disebut dengan hak di sini adalah ketaatan . Sekali lagi, hadis ini tak pernah diungkit-ungkit saat terjadi pembangkangan atas Usman, dan juga Ali, khalifah keempat . Apa kesimpulan yang hendak saya capai dengan observasi ini? Saya menduga dengan kuat, bahwa hadis-hadis politik ini adalah hadis palsu yang "diciptakan" belakangan untuk menjustifikasi penguasa-penguasa dalam dinasti Islam. Sebagaimana kita tahu, banyak sekali khalifah Islam yang bertindak tiranik dan despotik. Hadis-hadis politik ini jelas menguntungkan mereka secara politik, sebab menekankan ketaatan rakyat, walaupun seorang penguasa menempuh kebijakan yang tak menguntungkan mereka . Saya hampir tak bisa percaya bahwa Nabi mengatakan bawa seorang penguasa yang zalim tak membawa kerugian apa-apa bagi rakyat. Hadis semacam ini kemungkinan besar dibuat belakangan dan "dinisbahkan" atau "diproyeksikan" ke belakang sebagai sabda Nabi . Verifikasi hadis hanya dengan metode sanad atau mata rantai transmisi sebagaimana selamaini ditempuh oleh kesarjanaan Islam tradisional sama sekali tak memadai. Metode proyeksi ini membantu kita untuk melakukan verifikasi dengan metode non-sanad . Sebetulnya metode ini sudah dibuka kemungkinannya dalam studi hadis sendiri. Sebagaimana kita tahu, dalam studi ilmu-ilmu hadis (mushthalah al-hadith) kita kenal dua metode kritik (naqd), yaitu kritik sanad dan kritik matan atau teks hadis. Kritik sanad sudah dikembangkan dengan canggih oleh sarjana Islam, tetapi kritik matan kurang banyak dicoba. Metode proyeksi bisa masuk dalam kritik matan itu . Terdapat hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun antarhadis di dalam kitab hadis sunni… Hadis shahih tapi ternyata palsu mazhab sunni bermacam-macam.. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian . Kriteria hadis sahih yang dipakai Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangan sahabat yang tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya . Padahal, para ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad (tersambungnya para perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan kuantitas para perawi hadis. Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka berbohong atau tidak, dan lain sebagainya .Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran,  fakta  sejarah dan  akal sehat… TiDAK   CUKUP   HANYA  HADiS  !!!  PERLU   TARiKH  !!! Hadis  perlu  di verivikasi denga  kitab tarikh  mu'tabar…  Posted by syiahali
Sent from BlackBerry® on 3

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
 Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
 Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
    Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment